Selasa, 05 April 2016

Gambus Lampung


Gambus adalah instrumen musik yang berasal dari jazirah Arab.  Berbagai bukti historis  menunjukan bahwa instrumen ini telah digunakan oleh bangsa Arab sejak era jahiliyah (Pacholczky, 1983:253).   
Persebaran Islam bersamaan dengan aktifitas perdagangan telah membawa alat musik ini tersebar ke berbagai wilayah di Timur-Tengah, Eropa, Afrika, Asia (Sachs,1940:251). Kendati berasal dari budaya musik bangsa Arab, ternyata istilah oūd sendiri tidak digunakan secara merata. Kita akan menemukan beberapa istilah lain untuk menyebut instrumen ini, seperti antara lain:  lute (negara-negara Eropa Barat) ; kaban (Somalia) ; barbat (Persia) ;  ούτ/ outi  (Yunani) ; ‘Ud/ ‘Ut  (Turki) dan gambus (Malaysia dan Indonesia). 

Penyebaran Budaya Musik Timur-tengah di Nusantara 
'Oud/ut/gambus
Koleksi pribadi Edy Pulampas
Masuknya budaya musik Timur-tengah di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari upaya penyebaran ajaran agama Islam dan aktifitas politik- ekonomi pada masa itu. Intensitas hubungan antara para pribumi di Sumatra khususnya, dan Nusantara pada umumnya, dengan para pedagang dari latar belakang budaya Islam memungkinkan terbentuknya  sebuah pola hidup yang ‘baru’. Baik itu yang bersifat akulturatif maupun enkulturatif. Hubungan dan keakraban sedemikian sedikitnya menghasilkan dampak yang dapat dilihat secara nyata, seperti antara lain: 1) Sistem pewarnaan dalam batik yang ada di Jawa, 2) sastra lisan dalam bentuk puisi seperti masnawi, ruba’i , ghazal dan sebagainya, sehingga masyarakat melayu gemar berpantun, 3) diperkenalkannya huruf Arab yang berkembang menjadi Arab-Melayu, 4) penggunaan instrumen musik yang berasal dari Timur Tengah (Parto, 2003:23). 

Parto membagi secara periodik mengenai masuknya pengaruh budaya Islam ke dalam tradisi musik di Nusantara, yaitu: pre Suez canal abad ke-13 di Sumatra dan abad ke-15 di Jawa) dan post Suez canal abad ke-19. Secara garis besar, pembabakan ini dapat dilihat secara preposesi dari penggunaan instrumen musiknya. Pada periode pre Suez canal, musik berorientasi pada ajaran Islam sufisme yang disebarkan oleh para kaum Sufi yang berasal dari Persia, Turki dan India sekitar  abad ke-13. Ajaran Islam ini. Musik dalam arti luas ; yang berorientasi pada agama Islam pada periode ini ditunjukan dengan keberadaan jenis nyanyian yang disebut dengan zikr. Dalam bahasa lokal meliputi Jawa dan Sumatra disebut dengan dzikir, yaitu: repetisi nama suci Allah, pujian-pujian ataupun do’a  yang diucapkan secara ritmikal, contohnya: “Allahu, la ilaha ilallah”. Termasuk di dalamnya pula instrumen musik seperti rebab, bambus, daff atau rebana, nay (serunai) atau suling dan  naqqaroh atau ketipung (Parto, 1995:54). Sementara pada periode post Suez canal, yang berkembang adalah kesenian yang berorientasi pada ajaran Islam Arab. Kasidah barzanji, dalang jemblung dan seni pertunjukan lainnya yang tidak lagi didominisi oleh instrumen gamelan (budaya musik Hindu/Budha) atau musik yang bersifat akulturatif (Parto 1995:57).

qanbus (yaman), gabusi (comoros), gabus (oman dan arab),
Kibangala (Pesisir Swahili), gambus (Indonesia dan Malaysia)
www.atlasofpluckedinstruments.com/lutes/Middle-East.htm
Gambus Sebagai Musik Tradisi  Lampung 
Sebagai sebuah genre musik, beberapa ahli berpendapat bahwa penggunaan istilah gambus  berhubungan erat dengan popularitas sebuah genre musik berirama padang pasir yang populer sekitar tahun 1940-an, dengan tokoh-tokoh seperti Syech Albar, SM Alaydrus, Hasan Alaydrus, Muchtar Lutfie, Sajid Efendi, A Khalik. Selain nama-nama tersebut terdapat pula beberapa penyanyi bersuara emas seperti  Hasnah Tahar, Kampret, Syaugi dan  Fauzi  yang seringkali mengumandangkan lagu-lagu irama padang pasir melalui corong RRI Studio Jakarta. Orkes gambus semacam ini umumnya terdiri dari beberapa instrumen seperti gambus Arab, Marwas, biola, akordion, rebana dan beberapa instrumen lain yang digunakan mengiringi vokal maupun tarian. Umumnya nyanyian musik orkes gambus ini memainkan bentuk nyanyian ghazal yang berupa pantun bersaut dengan -tema religius maupun tema percintaan (Musmal, 2003: 2).

gambus bernuk atau gambus bagan
Koleksi pribadi Ansyori
Dalam konteks ini, gambus Lampung memiliki sorak tersendiri dibandingkan dengan musik gambus yang tersebar di wilayah lain di Nusantara. Jika musik gambus di tempat lain disajikan dalam berbentuk orkes dan digunakan sebagai musik tari - sebagaimana dijelaskan di atas – musik gambus yang berkembang di Lampung Pesisir justru berbentuk tunggal. Gambus di sini dimainkan untuk mengiringi nyanyian, tanpa kehadiran instrumen musik lainnya.
Selain itu, secara musikal, (Pola irama, pola melodi, ornamentik, kadens) gambus Lampung Pesisir juga memiliki corak tersendiri dibandingkan permainan gambus lainnya di Nusantara dan yang ada di Timur-tengah (Irawan, 2008: 109). Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa ; meski gambus merupakan instrumen musik yang datang dari luar Lampung, namun musik yang dimainkan adalah miliki masyarakat Lampung itu sendiri.

Corpus Gambus Lampung
Masyarakat Lampung, khususnya Pesisir memiliki 3 macam gambus. Pertama, gambus balak (besar), gambus Arab, atau disebut juga gambus albar (Arab: besar). Penambahan kata balak yang berarti ‘besar’. Kedua, gambus lunik (kecil) yang ukurannya lebih kecil jika dibanding dengan jenis gambus Arab. Di ranah Melayu gambus lunik ini dikenal dengan sebutan gambus zapin atau gambus Melayu. Ketiga, gambus bernuk atau gambus bagan yang saat ini relatif sulit ditemukan keberadaanya. Gambus ini terbuat dari buah bernuk atau buah maja, dan sering dimainkan oleh orang-orang bagan yang beraktifitas di laut. 

Narasumber :
Penasehat Gamolan Institute Lampung
Ricky Irawan, S.Sn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar