Gambus
adalah instrumen musik yang berasal dari jazirah Arab. Berbagai
bukti historis menunjukan bahwa
instrumen ini telah digunakan oleh bangsa Arab sejak era jahiliyah (Pacholczky,
1983:253).
Persebaran Islam bersamaan dengan aktifitas
perdagangan telah membawa alat
musik ini tersebar ke berbagai wilayah
di Timur-Tengah, Eropa, Afrika, Asia (Sachs,1940:251). Kendati berasal dari budaya musik bangsa Arab,
ternyata istilah oūd sendiri tidak digunakan secara merata. Kita akan
menemukan beberapa istilah lain untuk menyebut instrumen ini, seperti antara
lain: lute (negara-negara Eropa Barat) ; kaban (Somalia) ; barbat (Persia) ; ούτ/
outi (Yunani)
; ‘Ud/ ‘Ut (Turki) dan gambus (Malaysia dan
Indonesia).
Penyebaran
Budaya Musik Timur-tengah di Nusantara
'Oud/ut/gambus Koleksi pribadi Edy Pulampas |
Masuknya
budaya musik Timur-tengah di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari upaya penyebaran
ajaran agama Islam dan aktifitas politik- ekonomi pada masa itu. Intensitas
hubungan antara para pribumi di Sumatra khususnya, dan Nusantara pada umumnya,
dengan para pedagang dari latar belakang budaya Islam memungkinkan
terbentuknya sebuah pola hidup yang
‘baru’. Baik itu yang bersifat
akulturatif maupun enkulturatif. Hubungan dan keakraban
sedemikian sedikitnya menghasilkan dampak yang dapat dilihat secara nyata, seperti antara lain: 1)
Sistem pewarnaan dalam batik yang ada di Jawa, 2) sastra lisan dalam bentuk
puisi seperti masnawi, ruba’i , ghazal dan sebagainya, sehingga masyarakat melayu gemar berpantun,
3) diperkenalkannya huruf Arab yang berkembang menjadi Arab-Melayu, 4)
penggunaan instrumen musik yang berasal dari Timur Tengah (Parto, 2003:23).
Parto membagi secara periodik mengenai
masuknya pengaruh budaya Islam ke dalam tradisi musik di Nusantara, yaitu: pre Suez canal abad ke-13 di Sumatra dan
abad ke-15 di Jawa) dan post Suez canal abad ke-19. Secara
garis besar, pembabakan ini dapat dilihat secara
preposesi dari
penggunaan instrumen
musiknya. Pada
periode pre
Suez canal,
musik
berorientasi pada ajaran Islam sufisme yang disebarkan oleh para kaum Sufi yang
berasal dari Persia, Turki dan India sekitar abad ke-13. Ajaran Islam ini. Musik
dalam arti luas ;
yang berorientasi pada agama Islam pada periode ini ditunjukan
dengan keberadaan jenis nyanyian yang disebut dengan zikr. Dalam bahasa lokal meliputi Jawa
dan Sumatra disebut dengan dzikir, yaitu: repetisi nama suci Allah,
pujian-pujian ataupun do’a yang
diucapkan secara ritmikal, contohnya: “Allahu,
la ilaha ilallah”. Termasuk di dalamnya pula instrumen musik seperti rebab,
bambus, daff atau rebana, nay (serunai) atau suling dan naqqaroh
atau ketipung (Parto, 1995:54). Sementara pada periode post Suez canal, yang
berkembang adalah kesenian yang berorientasi pada ajaran Islam Arab. Kasidah barzanji, dalang jemblung dan seni pertunjukan lainnya yang tidak lagi
didominisi oleh instrumen gamelan (budaya musik Hindu/Budha) atau musik yang
bersifat akulturatif (Parto 1995:57).
qanbus (yaman), gabusi (comoros), gabus (oman dan arab), Kibangala (Pesisir Swahili), gambus (Indonesia dan Malaysia) www.atlasofpluckedinstruments.com/lutes/Middle-East.htm |
Gambus
Sebagai Musik Tradisi Lampung
Sebagai
sebuah genre musik, beberapa ahli berpendapat bahwa penggunaan istilah
gambus berhubungan erat dengan
popularitas sebuah genre musik berirama padang pasir yang populer
sekitar tahun 1940-an, dengan tokoh-tokoh seperti Syech Albar, SM Alaydrus, Hasan Alaydrus,
Muchtar Lutfie, Sajid Efendi, A Khalik. Selain
nama-nama tersebut terdapat pula beberapa penyanyi bersuara emas seperti Hasnah Tahar, Kampret, Syaugi dan Fauzi
yang seringkali mengumandangkan lagu-lagu irama padang pasir melalui corong RRI Studio
Jakarta. Orkes gambus semacam ini umumnya terdiri dari beberapa instrumen
seperti gambus Arab, Marwas, biola, akordion, rebana dan beberapa instrumen
lain yang digunakan mengiringi vokal maupun tarian. Umumnya nyanyian musik
orkes gambus ini memainkan bentuk nyanyian ghazal yang berupa pantun bersaut
dengan -tema religius maupun tema percintaan (Musmal,
2003: 2).
gambus bernuk atau gambus bagan Koleksi pribadi Ansyori |
Dalam konteks ini, gambus
Lampung memiliki sorak tersendiri dibandingkan dengan musik gambus yang
tersebar di wilayah lain di Nusantara. Jika musik gambus di tempat lain disajikan
dalam berbentuk orkes dan digunakan sebagai musik tari - sebagaimana dijelaskan
di atas – musik gambus yang berkembang di Lampung Pesisir justru berbentuk
tunggal. Gambus di sini dimainkan untuk mengiringi nyanyian, tanpa kehadiran
instrumen musik lainnya.
Selain
itu, secara musikal, (Pola irama, pola melodi, ornamentik, kadens) gambus
Lampung Pesisir juga memiliki corak tersendiri dibandingkan permainan gambus
lainnya di Nusantara dan yang ada di Timur-tengah (Irawan, 2008: 109). Oleh
sebab itu dapat dikatakan bahwa ; meski gambus merupakan instrumen musik yang
datang dari luar Lampung, namun musik yang dimainkan adalah miliki masyarakat
Lampung itu sendiri.
Corpus Gambus Lampung
Masyarakat
Lampung, khususnya Pesisir memiliki 3 macam gambus. Pertama, gambus balak
(besar), gambus Arab, atau disebut juga gambus albar (Arab: besar). Penambahan kata balak yang berarti ‘besar’. Kedua,
gambus lunik (kecil) yang ukurannya
lebih kecil jika dibanding dengan jenis gambus Arab.
Di ranah Melayu gambus lunik ini
dikenal dengan sebutan gambus
zapin
atau gambus Melayu.
Ketiga, gambus bernuk atau gambus bagan yang saat ini relatif sulit ditemukan
keberadaanya. Gambus ini terbuat dari buah bernuk atau buah maja, dan sering
dimainkan oleh orang-orang bagan yang beraktifitas di laut.
Narasumber :
Penasehat Gamolan Institute Lampung
Ricky Irawan, S.Sn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar