Sabtu, 11 Juli 2015

Tambo Jejak Seni Masa Lampau

Contoh Tambo dari Kulit Kayu

Tambo atau Sejarah, babad, hikayat, riwayat dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi raja-raja yang memerintah.
Adapun ilmu sejarah adalah ilmu yang digunakan untuk mempelajari peristiwa penting masa lalu manusia. Pengetahuan sejarah meliputi pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Menggunakan tradisi lisan sebagai sumber sejarah, pertama-tama haruslah menempatkan sumber ini sebagai "jejak" bukan kesaksian--yang tertinggal dari masa lalu.  
Sumber tradisi lisan adalah abstraksi dari pengalaman sosial suatu masyarakat (Geertz, 1973:20). Salah satu bentuk tradisi lisan yang terdapat di kalangan masyarakat, yaitu : Tambo. 

Tambo adalah salah satu bentuk ekspressi atas kesadaran masyarakat terhadap masa lalu mereka. Tambo berisikan tentang seluk beluk kebudayaan dan adat serta asal usul masyarakat. Dalam Tambo terkandung "narasi-narasi kesejarahan" yang ditujukan untuk berbagai kepentingan sebagai ekspressi atas kondisi sosial pada waktu dimana Tambo itu dibuat. Pengisahannya tidak berbeda dengan tradisi-tradisi lisan lainnya, terutama kandungan cerita yang sukar dipertanggung jawabkan kebenarannya, karena sering bercampur dengan hal-hal yang tidak empiris. 
Kisah-kisah yang dipaparkan pada umumnya tidak terlalu menghiraukan kebenaran apa yang disampaikan serta sering tidak kronologis (anakronis). 

Tambo sebagai Tradisi Tuturan (Folklore) Pada awalnya substansi Tambo dituturkan secara oral, dikhabarkan dan didendangkan. Istilah "Tambo", yang diperkirakan berasal dari bahasa Sanskerta "Tambay" atau "Tambe" yang berarti bermula (Navis, 1984:45), maka diperkirakan tradisi ini sudah ada semenjak zaman Hindu atau Budha. 

Substansi Tambo terdiri dari beberapa pokok, yaitu a.l.: 

  1. Kisah : Kandungan kisah/cerita tentang asal usul masyarakat 
  2. Adat Istiadat : Paparan tentang asal usul adat 
Tambo, disamping tidak memiliki kesadaran waktu (kronologi), penamaan tempat juga sering hanya berdasarkan keadaan yang ditemukan pada saat itu. Kenyataan ini sering menimbulkan kekeliruan, terutama dalam mengidentifikasi wilayahnya pada saat ini. Meskipun untuk sebahagian memang masih tetap memakai nama itu hingga saat ini. 

Contoh : kisah/cerita asal usul abung siwo megou 
Disadur dalam buku "recako wawai ningek" karya abdullah a.soebing, ba, penerbit PT. Karya Unipress, jakarta 1988 

Negi Abung Siwo Memulo 
1.  Canguk ratcak pek ngumung 
     Rang guwai ketereman 
     Bubalah siwo wari 

     Memulo jeneng abung 
     Siwo migo buanggan 
     Ngebagi adat rebi 

2.  Unyai nyulukken arung 
     Hak adat kebuwayan 
     Pengakuk tutuk issei 

     Uban pagun terujung 
     Subing nunggu warisan 
     Unyi pemapah wari 

3.  Beliyuk pandai tarung 
     Kunang jayo ngebiyan 
     Bulan pemuas ati 

     Selagai tukang pinggung 
     Anak tuho meriyan 
     Tiso adat makkali 

4.  Pengakuk pai penegung 
     Memulo peguwayan 
     Adat lappung aseli 

     Cepalo sangun jujung 
     Singatur wawai anggan 
     Sai lakwat adat bumi 

5.  Pak sumbai wat ngegulung 
     Adat lak kebagian 
     Sahajo jadi sassi 

     Tegamoan benulung 
     Bahuga meger sayan 
     Pemuka tigo cakki 

6.  Semenguk ulu lutung 
     Unyen mak kelilipan 
     Nengani pituw wari 

     Silomayang benulung 
     Anying lakwat tetengan 
     Peduwo appai nyassi 


Adeg abung siwo migo (memulo/canguk ratcak)  

1. Unyai 
Minak trio diso 
Penyimbang asal bumi 

Tuho megung pusako 
Ngeliwin adik wari 

2. Unyi 
Minak permato jagad 
Rayo tulin pengappak 
Kak sako mecak adat 
Mulo nalem buayak 

3. Subing 
Minak abang jayo 
Rayo sangun susunan 
Sai tuho iling diyo 
Tuwah jayo ngebiyan 

4. Buwai no Uban 
Minak sang bimo datu 
Rayo nihan turunan 
Mehani tiyan pituw 
Pagun tetep kilunan 

5. Buwai no Bulan 
Minak segutcang bumi 
Rayo dilen liwinan 
Kilingan bak mahani 
Jemaweh mak wat mingan 

6. Beliyuk 
Minak rio tawang yuk 
Rayo masso pusako 
Najin durei mak sayuk 
Pepido raduw makko 

7. Rio Kunang 
Minak Rio penambahan 
Rayo masso pusako 
Jak aji pemanggilan 
Lapah sangun nyehajo 

8. Selagai 
Minak linggo gematti 
Rayo masso pusako 
Kak puas mejo meni 
Appai dijo petungggo 

9. Anak Tuho 
Minak penetan aji 
Rayo masso pusako 
Meneng pagun wat ati 
Cutik nayah jejamo

Novellia Yulistin Sanggem
Pangeran Mustika
Ketua Gamolan Institute Lampung
238fe303

Minggu, 21 Juni 2015

Si Mungil Manik-Manik

Manik-manik kaca
indo-pasifik
Manik benda yang relatif kecil berlubang ditengahnya sebagai tempat masuk jenis benang atau tali untuk dirangkai. Manik-manik adalah bentuk karya seni pertama yang dikenal didunia dan merupakan bagian dari peranan peradaban dunia yang besar seperti Mesopotamia, Mesir, Romawi dan India. Hal ini dikarenakan dinegeri tersebut ditemukan banyaknya bahan manik-manik seperti ; mineral kuarsa (kalsedon), oniks dan kristal gunung atau batu hablur.


Ada tiga kelompok bahan manik seperti emas, batu keras dan kaca. 
Manik batu dikenal di Mesir dan Mesopotamia sejak 6500 SM, terbuat dari batu lapis lazuli, batu amber dari laut Baltik, batu merjan dari Laut Tengah. 
Sedangkan di India pusat  penyebaran manik sejak ribuan tahun SM berada di Cambay dekat Gujarat di India Barat dan Arikamedu di pantai Tenggara India. 
Di Sumatera sejumlah situs arkeologi yang tersebar hampir merata diseluruh pulau didapati ribuan tinggalan artefak manik-manik kuna baik dari bahan kaca, batu dan sebagainya. termasuk jejak pembuatan manik-manik seperti lelehan manik-manik dan limbah manik tidak sempurna.


Manik-manik indopasifik
 asal Situs Keratuan Balaw (Abad 7 s/d 17 M.)
Museum Negeri Lampung Rua Jurai
Manik-manik kaca indo-pasifik/manik mutisalah/muti-muti/juwata/manik kace/manik kaco/manik tuho/manik tuha adalah benda budaya masyarakat Austronesia mulai dari kepulauan Pasifik, Kepulauan Melayu, China Bagian Selatan, sampai Malagasi di Timur Afrika. 
Di Sumatera situs-situs penemuan manik-manikterdapat di Sumatera Utara (Lobu Tua dan Samosir), Sumatera Selatan (Kembang Ulen dan Palembang), Jambi (Muaro jambi) dan Lampung (Pugung Raharjo, Bujung Menggalow, Balaw dan Sumber jaya).

Berdasarkan beberapa literatur sejarah, bahwa Sriwijaya memproduksi manik-manik kaca dalam skala massal. Dan pada abad  awal milenium ke 2M, masyarakat Lampung Kuna telah memperdagangkan jenis manik-manik ini sampai Kalimantan dan Nusa Tenggara dan hal itulah yang menjadi landasan dikemukakannya teori Sumatera tersebut. 

Bentuk manik-manik bermacam-macam, dari cakram, silinder, pipa, kerucut, bulat, elips, cincin, tabular, prisma, kubus, segi empat panjang, segi lima, segi enam, kubus tanpa sudut, prisma tanpa sudut, belah ketupat, manik berleher pipih, tong, belimbing, bidang banyak bergalur, murbel, piramid terpengal, manik panel, beruas, manik burung, manik pancaran matahari, manik lukut tuma, dan lain-lain.
Dalam setiap masa selalu ada peninggalan arkeologis termasuk manik-manik. Rangkaian manik-manik pada masa prasejarah untuk tujuan keagamaan dikenal seperti aksamala (Hindu), tasbih (Islam) dan rosario (Nasrani).

Peninggalan manik kuna perlu dikaji dan dilestarikan sebagai acuan ilmiah atau pengembangan kerajinan manik di Indonesia khususnya Lampung. Karena selain menghasilkan cinderamata yang indah menunjang perekembangan pariwisata, manik-manik dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan hasil kerajinannya.

Narasumber ;
Dido Zulkarnaein
Penasehat gamolan Institute









Sabtu, 30 Mei 2015

Patung Type Polynesia

Patung Polynesia
Tampak Depan
Patung Type Polynesia
Tampak Belakang
Masyarakat Lampung harus berbangga dan patut bersyukur karena peninggalan langka ini juga ditemukan di Lampung, yang tidak semua daerah di Nusantara memilikinya. Patung ini menggambarkan bahwa leluhur atau nenek moyang Lampung sejak zaman purbakala sudah sangat beradab.

Patung Type Polynesia ditemukan di Gunung Langkap, Lampung Timur pada tahun 1965 dan kini disimpan di Museum Megalitik Pugung Lampung Timur.
Patung Type Polynesia di Nusantara sendiri sangat sedikit. Ada beberapa daerah saja yang pernah ditemukan, yaitu di Toraja yang ada kemiripan pola wajah dengan Patung Type Polynesia yang ada di Rapanui, Ester Island di Samudra Pasifik.


Patung Type Polynesia
Tampak Samping
Patung Polynesia di Lampung masih menyimpan misteri besar karena polanya yang keluar dari kaidah Type Polynesia umumnya.Tampak depan patung polynesia ini menggambarkan seperti sikap Brahmana sedangkan tampak belakang terlihat seperti seorang Ksatria. Penampakan patung sangat unik bersifat religi dimana seorang laki-laki bertelinga besar dengan rambut bersanggul layaknya seorang pandita dengan sikap tangan di atas kaki kiri, dilehernya mengenakan tasbih dibelakang leher, menggunakan gelang di pergelangan tangan, di atas siku dan dikaki. pinggang sebelah belakang terdapat belati dengan gagang yang sedikit menekuk yang diselipkan di selendang kain yang melingkar dipinggang.

Narasumber ;
Rajo (ajo) Arya Purbaya
Penasehat Gamolan Institute




Selasa, 26 Mei 2015

Bungur Permata Para Bangsawan Sejak Zaman Kuno

Aktivitas Penambangan
Batu Bungur di Tanjung Bintang
Bungur
Batu Bungur (Amethyst) adalah jenis batuan mineral kuarsa yang dalam dunia perdagangan batu permata dikenal dengan berbagai sebutan seperti Bungur Tanjung Bintang/Bungur Lampung dan digolongkan kedalam batu setengah mulia.

Batu berwarna ungu terang sampai ungu keputihan serupa kaca ini banyak diperoleh dari daerah aliran Way (sungai) Sekampung, terutama di daerah sekitar Tanjung Bintang dan di beberapa lokasi yang agak terpencar sampai di sekitar Padang Ratu. 
Area Penambangan batu permata Amethyst/Kecubung Ungu atau Bungur (untuk sebutan di Lampung) berada di desa Gunung Batu, Tanjung Bintang, Lampung Selatan. Dengan nama daerah yaitu "Bat'tu Bungogr".

Perhiasan Peninggalan Dinasti Sailendra
Batu Bungur (Amethyst) telah dikenal sebagai batu berharga sejak 1300 s/d 1100 tahun lalu (abad ke VIII s/d X M) seperti artefak yang tersimpan di The Metropolitan Museum of Art di New York AS, berupa cincin emas bertahtakan batu bungur yang merupakan peninggalan Dinasti Sailendra
Mengingat daerah Way Sekampung sebagai daerah penghasil bungur telah ramai sebagai bagian dari jalur perdagangan kuno sejak zaman Sriwijaya, Malayu, Tulang Bawang dan Medang (Mataram Kuna). Dan tentunya perhiasan-perhiasan tersebut digunakan oleh golongan bangsawan pada zamannya.


Batu Amethyst (Bungur)
Batu Amethyst asal Lampung dianggap sebagai yang terbaik di dunia melampaui Borneo dan Brazil karena kristalnya yang sempurna. Keunggulan Bungur ini ialah sanggup membiaskan warna secara menyeluruh dan memantulkan cahaya yang masuk. Keunikan ini disebut oleh pemain batu di Lampung sebagai "selendang" dan Bungur dengan kualitas terbaik disebut dengan "bintang". Sesuai dengan namanya yang benar-benar menghasilkan batu permata amethyst dengan kualitas BINTANG.


Narasumber ;
Dido Zulkarnein dan Arya Purbaya
Penasehat Gamolan Institute Lampung


Jumat, 22 Mei 2015

Uang Kertas 25 Seri Kebudayaan Lampung

Ketika filsafat tertuang dalam seni, dan menjadi suatu yang khas maka kekhasannya dapat dikatakan sebagai budaya atau khasanah asli.

Mata Uang Tampak Depan
Mata Uang Tampak Belakang








Pada tahun 1952 untuk pertama kalinya uang RI dicetak oleh Perkeba NV yang terdiri dari pecahan 5, 10, 25, 50, 100, 500 dan 1000 rupiah. Seri ini ditandatangani oleh Gubernur Bank Indonesia Sjafruddin Prawiranegara dan Direktur BI Indra Kasoema. Mata uang ini bergambar lukisan patung, relief dan ornament kebudayaan Indonesia 


Motif Perahu Arwah Khas Lampung
Motif Pohon Hayat
Dalam gambar uang pecahan Rp. 25,- (dua puluh lima rupiah) bermotif pohon hayat dan perahu arwah khas Lampung.

Pohon hayat bermakna alam tengah atau alam penghubung antara dunia dan akhirat, secara horisontal menjadi penyeimbang dan saling memberi energi dengan alam sekitarnya. Dan secara vertikal selalu menuju ke-Esa-an.

Sedangkan makna perahu arwah itu sendiri sebagai perbuatan semasa hidup yang menjadi kendaraan bagi jiwa untuk mencapai kebahagiaan.



Ilustrasi ;

Rajo (Ajo) Arya Purbaya
Penasehat Gamolan Institute


Senin, 18 Mei 2015

Kalamakara Swarnadwipa


Kalamakara, makhluk mitologi dalam tradisi kelasik merupakan gabungan dari beberapa makhluk berupa gajah dan ikan yang merupakan kendaraan Dewi / Ibu Gangga dan Dewa Baruna.

Makhluk yang menjadi lambang rasi bintang Capricorn ini di Sumatera umumnya terdapat dalam bentuk arca (seperti pada gambar arca Solok Sipin Jambi, di atas), pada kursi tahta pepadun dari Lampung, maupun pada beberapa mangkuk zodiak yang ditemukan di beberapa daerah di Sumatera (juga Jawa dan Bali)


Minak  Dido Zulkarnaein
Penasehat Gamolan Institute

Minggu, 17 Mei 2015

Marga Balau Bentuk Tim Kerja

Acara Silahturami dan Penguatan Masyarakat Adat Marga Balau yang digagas oleh Gamolan Institute pada hari Minggu, 17 Mei 2015 berjalan dengan lancar. Meski hujan deras mengguyur kota Bandar Lampung sejak dini hari sampai acara berakhir tidak menyurutkan dan menghilangkan semangat para tokoh penyimbang adat untuk berkumpul di Mahan Jajar Intan Kedamaian Bandar Lampung.

Selain dihadiri para penyimbang dari Marga Balau, juga dihadiri para penyimbang diluar Marga Balau yang mendukung dan mendorong agar Marga Balau memberdayakan, mengorganisasikan dan melegelalisasikan Marga Balau agar satu kesatuan terjalin dan eksistensi Marga Balau secara de jure dan de facto diakui. Para penyimbang tersebut adalah A. Darmansyah Yusie (Pn Kapitan Ratu) dari Pugung Tampak Pesisir Krui, H.Nadirsyah (St Tuan) dari Bukuk Jadi Pubian Telu Suku, Andi Wijaya (Bakal Layang Batin) dari Marga Teluk, Sobirin Koenang (Ratu Laksana) dari Buay Koenang Abung Siwo Megow dan Wanmauli Sanggem (Tuan Rajou Tehang) dari Megou Pak Tulang Bawang.

Dalam pemaparan Gamolan Institute bahwa pertemuan ini adalah ruang dimana ada keinginan untuk menguatkan marga - marga yang memang sudah ada dan berdiri serta diakui keberadaannya ditengah-tengah masyarakat Lampung. Bukan untuk mengekslusifkan kedinastian masa lalu, tetapi sebagai bentuk upaya untuk menumbuhkan rasa kecintaan, rasa memiliki, rasa keperdulian kita sebagai masyarakat Lampung khususnya kebudayaan Lampung itu sendiri.


Implementasi dari penguatan ini adalah membentuk sebuah wadah kepengurusan Marga Balau dengan maksud menjadikan masyarakat Lampung mengingat kesejarahan atas asal usulnya memuliakan hukum adat dan mendorong anggota-anggotanya untuk melakukan kegiatan perlindungan, pelestarian dan pengembangan adat budaya di Lampung, sebagai mediator, fasilitator dan komunikator antara masyarakat adat dan pihak-pihak lain, serta yang paling penting adalah menggalang persatuan dan kesatuan masyarakat hukum adat Lampung.
Dengan harapan Marga Balau menjadi kuat dan dapat berperan aktif menjadi mitra pemerintah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kesimpulan acara ini adalah gayung bersambut dari para perwakilan penyimbang Marga Balau yang terdiri dari 13 tiuh ini menyepakati membentuk "Tim Kerja Penguatan Marga Balau" yang bertugas untuk membuat konsep, merencanakan dan mengumpulkan data-data, menemui tokoh-tokoh penyimbang Marga Balau yang ada di tiuh-tiuh agar dapat mendukung serta akan bertemu kembali secara internal Marga Balau untuk merumuskan Kepengurusan Marga Balau didalam Pepung/Musyawah Adat Marga Balau.

Tim Kerja Penguatan Marga Balau 
Ketua
Drs. H.A. Cholid Ismail Balaw

Glr. St. Praja Kelana
Wakil Ketua
Zulkifli Agus

Glr. St. Pangeran  Zemelik Ratu
Sekretaris
Ramli Rahim

Glr. Pn. Pemuka Sakti
Wakil Sekretaris
Ian Murod

Glr. Rajo Setio
Bendahara
Nani Firdaus

Glr. Pn. Sanjungan
Anggota
1.    Led  (Kedaton)
Glr. Ratu Adil
2.    Edi Firdaus (Rajabasa)
Glr. Pn. Kencana
3.    Feri Murod (Gedung Meneng)
Glr. Pn. Jaya Perdana
4.    Syofiansyah  (Segalamider)
Glr. Pn. TegakGhulung 
5.    Zainal H ( Kedamaian Libah)
Glr. Ratu Penutup
6.    Hermansyah (Kedamaian Dunggak)
Glr. St. Puhun
7.    Iskandar Johar (Kedaton)
Glr. Ratu Saka
8.    Amrin Ayub ( Rajabasa)
Glr. Tuan Pangeran
9.    H. Muhtar ( Jagabaya)
Glr. Ngadeko St. Rajo
10.   H. Suhairi Hamid (Rajabasa)
Glr. Ngadeko St. Penyimbang



Terima Kasih Kami sampaikan
Gamolan Institute Lampung




Kamis, 14 Mei 2015

Penguatan Masyarakat Adat Marga-Marga di Lampung

Tabik Pun ....

Awal terbentuknya Gamolan Institute Lampung
Berangkat dari keperdulian terhadap kebudayaan, para pemuda  "Gabungan Masyarakat Lampung" di singkat “Gamolan” yang setelah beberapa kali pertemuan memutuskan dan menyepakati membentuk suatu wadah yang bernama “Gamolan Institute” dan saat ini keberadaannya di Provinsi Lampung. Gamolan Institute mempunyai visi “pelestarian, perlindungan dan pengembangan kebudayaan Lampung” dan misinya adalah penguatan masyarakat adat, penelitian dan inovasi kebudayaan Lampung serta informasi dan edukasi seni, bahasa dan cagar budaya Lampung dalam segala bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat, guna menunjang kegiatan kemasyarakatan, pemerintahan dan pembangunan. 

Kesadaran akan keterbatasan kemampuan, ilmu pengetahuan dan lainnya, namun berkeinginan berbuat sesuatu  bak pepatah “mak tanow kapan lagi, mak gham sapo lagi”Keinginan dalam bentuk penguatan marga ini bukan untuk mengekslusifkan kedinastian masa lalu, tetapi sebagai bentuk upaya untuk menumbuhkan rasa kecintaan, rasa memiliki, rasa keperdulian kita sebagai masyarakat Lampung khususnya kebudayaan Lampung itu sendiri.

Banyak contoh kehidupan kita sebagai Ulun/Jelma Lampung yang telah bergeser dari nilai-nilai dan norma-norma kehidupan Hukum Adat Lampung. Generasi Lampung banyak yang sudah melupakan bahasanya sendiri, tata titi budayanya sendiri, malu akan logatnya sendiri apalagi kecintaan dan keperduliannya terhadap kekayaan masyarakat adat Lampung. Jika kecintaan dan keperdulian generasi Lampung sudah pudar lalu bagaimana akan menjaga adat budayanya. Bisa kita bayangkan 20-50 tahun kedepan Kebudayaan Lampung terkikis zaman dan akhirnya kearifan lokal punah oleh perkembangan teknologi yang serba cepat dan modern, perkembangan informatika yang semakin canggih. 

Tahapan-tahapan diskusi
Lampung Memiliki tatanan kepribadian, dan tatanan tersebut harus hidup menyesuaikan ditengah-tengah globalisasi. Intelektualitas boleh kita dapatkan dari manapun, tetapi tatanan kepribadian tidak menjadi kerdil, tidak boleh menjadi bonsai yang indah namun tidak pernah berbuah. Dalam situasi ini masyarakat perlu mengikuti perkembangan untuk berperan serta sebagai mitra kerja pemerintah secara proporsional dan professional. Itupun belum cukup tanpa bantuan dari semua pihak, tanpa keinginan dari hati nurani yang kuat, karena tanpa itu persatuan masyarakat adat/ lembaga masyarakat adat/ persekutuan masyarakat adat hanyalah sebuah menara gading yang hanya bersimpuh dengan segala kebesaran semu dan pujian serimonial belaka, sehingga kita jelma Lampung termasuk dalam pepatah “Menanam kelapa bungkuk diperbatasan, orang Lampung punya batangnya, orang lain punya buahnya”

Mengenai peranan masyarakat adat melalui pendapat Prof Hazairin dalam buku Demokrasi Pancasila tahun 1970 hal. 45 bahwa :

“Masyarakat hukum adat adalah sebagai landasan munculnya kerajan-kerajaan dahulu, sebagai landasan kekuasaan kolonial sebagai, landasan berdirinya NKRI. Kerajaan-kerajaan boleh lenyap, kolonial boleh tumbang, NKRI bisa saja terhapus, tapi masyarakat hukum adat akan tetap melanjutkan hidupnya, karena masyarakat hukum adat lebih berurat dan berakar diatas bumi pertiwi”

Dengan demikian nyata bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki identitas dan karakteristik sendiri yang membedakan bangsa-bangsa didunia ini. Bangsa yang memiliki wilayah, adat istiadat yang berbeda-beda. Dan ke Bhinekaan tidak menghalangi untuk bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebhinekaan inilah jati diri bangsa.

Kesampingkan dulu perbedaan-perbedaan presepsi, hilangkan pikiran-pikiran negative antara kita. Ketika generasi kita mulai apatis terhadap budaya, tulisan aksara mulai dilupakan, bahasa mulai ditinggalkan, adat budaya mulai dipinggirkan, cagar budaya tak diperdulikan, kebudayaan Lampung mulai tak dicintai maka tugas dan kewajiban masyarakat adat Lampung menjaga jangan sampai musnah tergerus zaman.

Sejarah Singkat Lampung
Berbagai pandangan, pendapat dan berbagai multi tafsir tentang sejarah Lampung. Maka Gamolan Institute merasa tidak terlalu mengupas asal-usul dan sejarah Lampung dari awal, karena penguatan masyarakat adat marga-marga ini adalah upaya penyatuan masyarakat adat terlebih dahulu, menggali dan pelestarian akan kita bedah diruang yang berbeda. Karena hanya akan menjadi perdebatan yang panjang, bahkan yang lebih miris adalah perpecahan yag justru merugikan masyarakat Lampung sendiri.

Perbedaan adalah keberagaman untuk mempersatukan.

Secara umum Lampung mempunyai perjalanan yang panjang. Etnis Lampung berasal dari komunitas yang sama tetapi belum tentu berasal dari keturunan yang sama. Akulturasi, adaptasi dan pengakuan diri dari komunitas lain untuk menyatakan dirinya melalui hukum adat sebagai orang Lampung, baik dari Banten (Serang) Cerebon, Bugis, Palembang, Batak dan lain-lain sebagai fenomena yang tak terelakkan sampai sekarang. Perjalanan sejarah inilah yang membentuk jati diri orang Lampung yang perlu dipertahankan dan dilestarikan sebagai kekakayaan budaya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat Lampung adalah SATU yaitu masyarakat Lampung atau disebut Ulun/Jelma Lampung, yang mempunyai 2 (dua) system keadatan, yaitu secara genologis yang cenderung monarki (secara garis keturunan/asal) di masyarakat adat saibatin dan pepadun, namun masyarakat pepadun cenderung demokratis dalam pengambilan keputusan-keputusan melalui pepung atau musyawarah adat. Sistem budaya masyarakat hukum adat Lampung yang dianut dalam wilayah hukum adat masing-masing, memiliki titi gemeti untuk saling hormat-menghormati dan tidak mencampuri urusan adat masing-masing.

Berdasarkan Sejarah, diperkirakan Provinsi Lampung telah didiami sekitar ribuan tahun yang lalu, antara lain :

  • Pase Pra-sejarah sekitar tahun 2500 SM (Proto Malay) penduduk nusantara kiranya terjadi suatu perpindahan bangsa-bangsa dari Asia Tengah ke Asia Tenggara termasuk Lampung. Mereka kemudian menyebar keberbagai daerah baik di bagian Utara, Selatan, Timur dan Barat Provinsi Lampung. Salah satu contoh sisa peradaban zaman pra-sejarah tersebut seperti Situs Batu Brak di Sumber Jaya Lampung Barat, Situs Pugung Raharjo di Lampung Timur dan lain-lain.
  • Pase Klasik sekitar abad 13 Masehi, pase klasik disebut juga zaman pase Hindu-Budha, dimana penduduk Lampung banyak dipengaruhi oleh kebudayaan tersebut.
  • Pase Islam sekitar abad 14 Masehi yaitu ditandai dengan runtuhnya kejayaan Hindu-Budha di Indonesia, dimana penduduk Lampung kemudian hingga saat ini umumnya memeluk agama Islam sebagai pedoman.


Kemargaan di Lampung
Marga Indeeling
Residentle Lampoeng, 1930
62 Marga
Marga adalah wilayah persekutuan hukum sekelompok orang-orang yang terikat sebagai satu kesatuan dalam suatu susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki pimpinan serta kekayaan baik berwujud ataupun tidak berwujud dan mendiami atau hidup diatas suatu wilayah yang terdiri dari kampung/tiyuh/anek/pekon, umbul dan huma/bawang.

Marga dikepalai oleh Kepala Marga atau Pesirah
Kampung/tiyuh/anek/pekon dikepalai oleh Kepala Tiyuh atau Pangan Tohou
Suku dikepalai oleh suku atau cakki

Kesatuan masyarakat adat diatas terdiri dari beberapa Marga yang berawal 62 Marga lalu berjumlah ± 84 marga (1996) dan sekarang tercatat lebih dari 100an marga. Kesatuan masyarakat ini dilanjutkan menjadi sistem kepemerintahan Adat dari Tahun 1864-1952.

SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung
Bpk Poedjono Pranyoto
No : G/362/B.11/HK/1996
Sejak kemerdekaan Republik Indonesia yang merupakan Negara Kesatuan yaitu kesatuan pulau-pulau, kesatuan adat istiadat dan agama, kesatuan bahasa sebagai yang disepakati oleh para pendiri bangsa. Maka pada tahun 1952 dengan Besluit Residen Lampung No. 153/D/152 kepemerintahan adat dan dewan Marga dihapus dan dibentuk/diganti dengan kenegerian.

Berdasarkan besluit tersebut otonomi marga beralih kepada negeri, demikian pula kekayaan dan milik serta hutang piutang marga beralih kepada negeri. Kemudian negeri dihapus, semua kekayaan dan milik negeri diserahkan kepada Daerah Tingkat II (Kabupaten / Kotamadya). Hal inilah yang menyebabkan marga lumpuh karena pemerintah marga tidak jelas, harta kekayaan marga lenyap.
Secara de jure marga terhapus, tetapi de facto marga tetap ada dan eksis. Dalam keadaan demikian dalam kemargaan saat ini dapat dikatakan “goh kinantan lom kurungan atau wat haga mak kejiwa”.

Namun demikian, penghapusan kepemerintahan adat tersebut tidaklah serta merta menghapuskan sistem budaya yang ada karena kesatuan mayarakat adat masih ada dan diakui keberadaanya. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 hurup B ayat 2 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Demikian pula SKEP Gubernur Lampung No. G/362/B.II/HK/1996 Tentang Pengukuhan Lembaga – Lembaga Adat Marga Sebagai Kesatauan Masyarakat Hukum Adat Dari Masing–Masing Wilayah Adat di Daerah Provinsi Tingkat II Daerah Dalam Propinsi Daerah Tingkat II Lampung.

Apabila kita semua sepakat bahwa masyarakat adat Ulun/Jelma Lampung memiliki apa yang namanya Piil Pesenggiri yang telah diperas menjadi 5 falsafah sebagai kearifan lokal, untuk mengangkat harkat, martabat dan jati diri masyarakat adat Ulun/Jelma Lampung, sudah seharusnya dimulai para penyimbang dan tokoh-tokoh adat untuk peka terhadap kondisi sosial dalam pembangunan ini, sandangan negative dibeberapa wilayah yang terisolir, kampung/tiyuh/anek/pekon tua yang terpencil dan tidak terjangkau oleh pembangunan. Hak-hak masyarakat adat yang terabaikan, dominasi kepentingan ekonomi dan politik yang mengatas namakan adat, penyalahgunaan system adat untuk kepentingan tertentu, bahkan saling berlomba untuk menjadi yang pantas dan benar, justru hal tersebut merugikan masyarakat adat Ulun/Jelma Lampung itu sendiri.

Maka sudah saatnya bersatu untuk mengangkat harkat dan martabat ulun Lampung dalam heteroginitas budaya Lampung. Leluhur kita telah menempa kita dalam perjalanan panjang dengan keteraturan dan kebersamaan  yang harmonis ditengah-tengah perbedaan bahasa dan tatanan budaya, tetapi kita tetap satu adalah ULUN/JELMA LAMPUNG.

Tahapan diskusi perencanaan
pilot projek penguatan masyarakat adat Marga
di Marga Balau Bandar Lampung
Oleh karena itu Gamolan Institute Lampung mempunyai salah satu program untuk menguatkan kembali masyarakat adat dalam kegiatan Penguatan Masyarakat Adat Marga-Marga di Lampung dengan cara melembagakan atau mengorganisasikan marga-marga agar mempunyai peranan berbangsa dan bernegara dalam menjaga dan memelihara hak dan kewajiban masyarakat adat Lampung.

Maksud
Dengan semakin pesatnya pembangunan dan semakin majunya teknologi informatika, alkulturisasi yang tak terelakkan maka akan semakin tergerusnya nilai–nilai budaya lokal maka dipandang perlu menyatukan kembali masyarakat Lampung dalam kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat dengan program “Penguatan Masyarakat Adat” dalam bentuk Kelembagaan Adat sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, dan Lembaga Adat dalam Pelesatarian dan Pengembangan Budaya Daerah.

Dengan dibentuknya lembaga-lembaga adat di Lampung melalui Marga-marga tersebut menjadikan masyarakat Lampung mengingat Kesejarahan atau asal-usulnya memuliakan hukum adat dan mendorong anggota-anggotanya untuk melakukan kegiatan perlindungan, pelestarian dan pengembangan adat budaya di Lampung, sebagai mediator, fasilitator dan komunikator antara masyarakat adat dan pihak-pihak lain, serta yang paling penting adalah menggalang persatuan dan kesatuan masyarakat hukum adat di Lampung. Dengan harapan wadah menjadi kuat yang berperan aktif menjadi mitra pemerintah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan
Adapun Tujuan dari penguatan masyarakat adat  marga-marga ini adalah : 
  1. Memposisikan otonomi marga sesuai dengan situasi dan kondisi atau sesuai dengan perkembangan zaman.
  2. Menjadikan nilai-nilai dan norma-norma adat sebagai pedoman dalam kehidupan kemasyarakatan adat Lampung.
  3. Mengembangkan dan menggali  nilai-nilai dan norma-norma adat yang relevan dengan kemajuan zaman.
  4. Menggali, melestraikan, melindungi dan memelihara hak-hak kekayaan masyarakat adat Lampung yang telah diwariskan secara turun temurun
  5. Sebagai penangkal dan filterisasi pengaruh-pengaruh negative yang dapat mengganggu stabilitas dan keutuhan NKRI.

Penstrukturan Marga
Penguatan Masyarakat Adat Marga oleh Gamolan Institute Lampung hanya sebatas mendorong masyarakat adat untuk mengorganisasikan atau melembagakan atau melegalkan kemargaan secara administasi kepemerintahan. sedangkan nama disesuaikan dengan marga masing-masing dan bentuk kepengurusan diserahkan kepada masing-masing marga sesuai dengan keputusan musyawarah masyarakat adat marga tersebut.
Rencana penguatan masyarakat adat marga di Lampung ini akan dilakukan secara estafet dimulai dari 2015 -  2017 atau seterusnya., sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan.

Rencana kegiatan pertama akan di lakukan di Marga Balau pada :
Hari/Tanggal   : Minggu, 17 Mei 2015
Pukul               : 09.00 Wib s/d selesai
Tempat            : Rumah Adat Jajar Intan Marga Balau Kedamaian Bandar Lampung

Tak ada guna dan terealisasinya keinginan dan harapan kami para pemuda di Lampung, tanpa peran aktif dan gayung bersambut para tokoh-tokoh adat, penyimbang-penyimbang adat, masyarakat adat dan semua pihak. Semoga apa yang diharapkan dalam Penguatan Masyarakat Adat Marga ini mampu menjadi presentatif dari keinginan-keinginan kita sebagai orang Lampung untuk menjalin persatuan dan kesatuan yang berkepribadian dalam berkebudayaan.

Novellia Yulistin Sanggem S.Kom
Glr. Pn. Mustika
Ketua Gamolan Institute Lampung