Sabtu, 30 Mei 2015

Patung Type Polynesia

Patung Polynesia
Tampak Depan
Patung Type Polynesia
Tampak Belakang
Masyarakat Lampung harus berbangga dan patut bersyukur karena peninggalan langka ini juga ditemukan di Lampung, yang tidak semua daerah di Nusantara memilikinya. Patung ini menggambarkan bahwa leluhur atau nenek moyang Lampung sejak zaman purbakala sudah sangat beradab.

Patung Type Polynesia ditemukan di Gunung Langkap, Lampung Timur pada tahun 1965 dan kini disimpan di Museum Megalitik Pugung Lampung Timur.
Patung Type Polynesia di Nusantara sendiri sangat sedikit. Ada beberapa daerah saja yang pernah ditemukan, yaitu di Toraja yang ada kemiripan pola wajah dengan Patung Type Polynesia yang ada di Rapanui, Ester Island di Samudra Pasifik.


Patung Type Polynesia
Tampak Samping
Patung Polynesia di Lampung masih menyimpan misteri besar karena polanya yang keluar dari kaidah Type Polynesia umumnya.Tampak depan patung polynesia ini menggambarkan seperti sikap Brahmana sedangkan tampak belakang terlihat seperti seorang Ksatria. Penampakan patung sangat unik bersifat religi dimana seorang laki-laki bertelinga besar dengan rambut bersanggul layaknya seorang pandita dengan sikap tangan di atas kaki kiri, dilehernya mengenakan tasbih dibelakang leher, menggunakan gelang di pergelangan tangan, di atas siku dan dikaki. pinggang sebelah belakang terdapat belati dengan gagang yang sedikit menekuk yang diselipkan di selendang kain yang melingkar dipinggang.

Narasumber ;
Rajo (ajo) Arya Purbaya
Penasehat Gamolan Institute




Selasa, 26 Mei 2015

Bungur Permata Para Bangsawan Sejak Zaman Kuno

Aktivitas Penambangan
Batu Bungur di Tanjung Bintang
Bungur
Batu Bungur (Amethyst) adalah jenis batuan mineral kuarsa yang dalam dunia perdagangan batu permata dikenal dengan berbagai sebutan seperti Bungur Tanjung Bintang/Bungur Lampung dan digolongkan kedalam batu setengah mulia.

Batu berwarna ungu terang sampai ungu keputihan serupa kaca ini banyak diperoleh dari daerah aliran Way (sungai) Sekampung, terutama di daerah sekitar Tanjung Bintang dan di beberapa lokasi yang agak terpencar sampai di sekitar Padang Ratu. 
Area Penambangan batu permata Amethyst/Kecubung Ungu atau Bungur (untuk sebutan di Lampung) berada di desa Gunung Batu, Tanjung Bintang, Lampung Selatan. Dengan nama daerah yaitu "Bat'tu Bungogr".

Perhiasan Peninggalan Dinasti Sailendra
Batu Bungur (Amethyst) telah dikenal sebagai batu berharga sejak 1300 s/d 1100 tahun lalu (abad ke VIII s/d X M) seperti artefak yang tersimpan di The Metropolitan Museum of Art di New York AS, berupa cincin emas bertahtakan batu bungur yang merupakan peninggalan Dinasti Sailendra
Mengingat daerah Way Sekampung sebagai daerah penghasil bungur telah ramai sebagai bagian dari jalur perdagangan kuno sejak zaman Sriwijaya, Malayu, Tulang Bawang dan Medang (Mataram Kuna). Dan tentunya perhiasan-perhiasan tersebut digunakan oleh golongan bangsawan pada zamannya.


Batu Amethyst (Bungur)
Batu Amethyst asal Lampung dianggap sebagai yang terbaik di dunia melampaui Borneo dan Brazil karena kristalnya yang sempurna. Keunggulan Bungur ini ialah sanggup membiaskan warna secara menyeluruh dan memantulkan cahaya yang masuk. Keunikan ini disebut oleh pemain batu di Lampung sebagai "selendang" dan Bungur dengan kualitas terbaik disebut dengan "bintang". Sesuai dengan namanya yang benar-benar menghasilkan batu permata amethyst dengan kualitas BINTANG.


Narasumber ;
Dido Zulkarnein dan Arya Purbaya
Penasehat Gamolan Institute Lampung


Jumat, 22 Mei 2015

Uang Kertas 25 Seri Kebudayaan Lampung

Ketika filsafat tertuang dalam seni, dan menjadi suatu yang khas maka kekhasannya dapat dikatakan sebagai budaya atau khasanah asli.

Mata Uang Tampak Depan
Mata Uang Tampak Belakang








Pada tahun 1952 untuk pertama kalinya uang RI dicetak oleh Perkeba NV yang terdiri dari pecahan 5, 10, 25, 50, 100, 500 dan 1000 rupiah. Seri ini ditandatangani oleh Gubernur Bank Indonesia Sjafruddin Prawiranegara dan Direktur BI Indra Kasoema. Mata uang ini bergambar lukisan patung, relief dan ornament kebudayaan Indonesia 


Motif Perahu Arwah Khas Lampung
Motif Pohon Hayat
Dalam gambar uang pecahan Rp. 25,- (dua puluh lima rupiah) bermotif pohon hayat dan perahu arwah khas Lampung.

Pohon hayat bermakna alam tengah atau alam penghubung antara dunia dan akhirat, secara horisontal menjadi penyeimbang dan saling memberi energi dengan alam sekitarnya. Dan secara vertikal selalu menuju ke-Esa-an.

Sedangkan makna perahu arwah itu sendiri sebagai perbuatan semasa hidup yang menjadi kendaraan bagi jiwa untuk mencapai kebahagiaan.



Ilustrasi ;

Rajo (Ajo) Arya Purbaya
Penasehat Gamolan Institute


Senin, 18 Mei 2015

Kalamakara Swarnadwipa


Kalamakara, makhluk mitologi dalam tradisi kelasik merupakan gabungan dari beberapa makhluk berupa gajah dan ikan yang merupakan kendaraan Dewi / Ibu Gangga dan Dewa Baruna.

Makhluk yang menjadi lambang rasi bintang Capricorn ini di Sumatera umumnya terdapat dalam bentuk arca (seperti pada gambar arca Solok Sipin Jambi, di atas), pada kursi tahta pepadun dari Lampung, maupun pada beberapa mangkuk zodiak yang ditemukan di beberapa daerah di Sumatera (juga Jawa dan Bali)


Minak  Dido Zulkarnaein
Penasehat Gamolan Institute

Minggu, 17 Mei 2015

Marga Balau Bentuk Tim Kerja

Acara Silahturami dan Penguatan Masyarakat Adat Marga Balau yang digagas oleh Gamolan Institute pada hari Minggu, 17 Mei 2015 berjalan dengan lancar. Meski hujan deras mengguyur kota Bandar Lampung sejak dini hari sampai acara berakhir tidak menyurutkan dan menghilangkan semangat para tokoh penyimbang adat untuk berkumpul di Mahan Jajar Intan Kedamaian Bandar Lampung.

Selain dihadiri para penyimbang dari Marga Balau, juga dihadiri para penyimbang diluar Marga Balau yang mendukung dan mendorong agar Marga Balau memberdayakan, mengorganisasikan dan melegelalisasikan Marga Balau agar satu kesatuan terjalin dan eksistensi Marga Balau secara de jure dan de facto diakui. Para penyimbang tersebut adalah A. Darmansyah Yusie (Pn Kapitan Ratu) dari Pugung Tampak Pesisir Krui, H.Nadirsyah (St Tuan) dari Bukuk Jadi Pubian Telu Suku, Andi Wijaya (Bakal Layang Batin) dari Marga Teluk, Sobirin Koenang (Ratu Laksana) dari Buay Koenang Abung Siwo Megow dan Wanmauli Sanggem (Tuan Rajou Tehang) dari Megou Pak Tulang Bawang.

Dalam pemaparan Gamolan Institute bahwa pertemuan ini adalah ruang dimana ada keinginan untuk menguatkan marga - marga yang memang sudah ada dan berdiri serta diakui keberadaannya ditengah-tengah masyarakat Lampung. Bukan untuk mengekslusifkan kedinastian masa lalu, tetapi sebagai bentuk upaya untuk menumbuhkan rasa kecintaan, rasa memiliki, rasa keperdulian kita sebagai masyarakat Lampung khususnya kebudayaan Lampung itu sendiri.


Implementasi dari penguatan ini adalah membentuk sebuah wadah kepengurusan Marga Balau dengan maksud menjadikan masyarakat Lampung mengingat kesejarahan atas asal usulnya memuliakan hukum adat dan mendorong anggota-anggotanya untuk melakukan kegiatan perlindungan, pelestarian dan pengembangan adat budaya di Lampung, sebagai mediator, fasilitator dan komunikator antara masyarakat adat dan pihak-pihak lain, serta yang paling penting adalah menggalang persatuan dan kesatuan masyarakat hukum adat Lampung.
Dengan harapan Marga Balau menjadi kuat dan dapat berperan aktif menjadi mitra pemerintah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kesimpulan acara ini adalah gayung bersambut dari para perwakilan penyimbang Marga Balau yang terdiri dari 13 tiuh ini menyepakati membentuk "Tim Kerja Penguatan Marga Balau" yang bertugas untuk membuat konsep, merencanakan dan mengumpulkan data-data, menemui tokoh-tokoh penyimbang Marga Balau yang ada di tiuh-tiuh agar dapat mendukung serta akan bertemu kembali secara internal Marga Balau untuk merumuskan Kepengurusan Marga Balau didalam Pepung/Musyawah Adat Marga Balau.

Tim Kerja Penguatan Marga Balau 
Ketua
Drs. H.A. Cholid Ismail Balaw

Glr. St. Praja Kelana
Wakil Ketua
Zulkifli Agus

Glr. St. Pangeran  Zemelik Ratu
Sekretaris
Ramli Rahim

Glr. Pn. Pemuka Sakti
Wakil Sekretaris
Ian Murod

Glr. Rajo Setio
Bendahara
Nani Firdaus

Glr. Pn. Sanjungan
Anggota
1.    Led  (Kedaton)
Glr. Ratu Adil
2.    Edi Firdaus (Rajabasa)
Glr. Pn. Kencana
3.    Feri Murod (Gedung Meneng)
Glr. Pn. Jaya Perdana
4.    Syofiansyah  (Segalamider)
Glr. Pn. TegakGhulung 
5.    Zainal H ( Kedamaian Libah)
Glr. Ratu Penutup
6.    Hermansyah (Kedamaian Dunggak)
Glr. St. Puhun
7.    Iskandar Johar (Kedaton)
Glr. Ratu Saka
8.    Amrin Ayub ( Rajabasa)
Glr. Tuan Pangeran
9.    H. Muhtar ( Jagabaya)
Glr. Ngadeko St. Rajo
10.   H. Suhairi Hamid (Rajabasa)
Glr. Ngadeko St. Penyimbang



Terima Kasih Kami sampaikan
Gamolan Institute Lampung




Kamis, 14 Mei 2015

Penguatan Masyarakat Adat Marga-Marga di Lampung

Tabik Pun ....

Awal terbentuknya Gamolan Institute Lampung
Berangkat dari keperdulian terhadap kebudayaan, para pemuda  "Gabungan Masyarakat Lampung" di singkat “Gamolan” yang setelah beberapa kali pertemuan memutuskan dan menyepakati membentuk suatu wadah yang bernama “Gamolan Institute” dan saat ini keberadaannya di Provinsi Lampung. Gamolan Institute mempunyai visi “pelestarian, perlindungan dan pengembangan kebudayaan Lampung” dan misinya adalah penguatan masyarakat adat, penelitian dan inovasi kebudayaan Lampung serta informasi dan edukasi seni, bahasa dan cagar budaya Lampung dalam segala bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat, guna menunjang kegiatan kemasyarakatan, pemerintahan dan pembangunan. 

Kesadaran akan keterbatasan kemampuan, ilmu pengetahuan dan lainnya, namun berkeinginan berbuat sesuatu  bak pepatah “mak tanow kapan lagi, mak gham sapo lagi”Keinginan dalam bentuk penguatan marga ini bukan untuk mengekslusifkan kedinastian masa lalu, tetapi sebagai bentuk upaya untuk menumbuhkan rasa kecintaan, rasa memiliki, rasa keperdulian kita sebagai masyarakat Lampung khususnya kebudayaan Lampung itu sendiri.

Banyak contoh kehidupan kita sebagai Ulun/Jelma Lampung yang telah bergeser dari nilai-nilai dan norma-norma kehidupan Hukum Adat Lampung. Generasi Lampung banyak yang sudah melupakan bahasanya sendiri, tata titi budayanya sendiri, malu akan logatnya sendiri apalagi kecintaan dan keperduliannya terhadap kekayaan masyarakat adat Lampung. Jika kecintaan dan keperdulian generasi Lampung sudah pudar lalu bagaimana akan menjaga adat budayanya. Bisa kita bayangkan 20-50 tahun kedepan Kebudayaan Lampung terkikis zaman dan akhirnya kearifan lokal punah oleh perkembangan teknologi yang serba cepat dan modern, perkembangan informatika yang semakin canggih. 

Tahapan-tahapan diskusi
Lampung Memiliki tatanan kepribadian, dan tatanan tersebut harus hidup menyesuaikan ditengah-tengah globalisasi. Intelektualitas boleh kita dapatkan dari manapun, tetapi tatanan kepribadian tidak menjadi kerdil, tidak boleh menjadi bonsai yang indah namun tidak pernah berbuah. Dalam situasi ini masyarakat perlu mengikuti perkembangan untuk berperan serta sebagai mitra kerja pemerintah secara proporsional dan professional. Itupun belum cukup tanpa bantuan dari semua pihak, tanpa keinginan dari hati nurani yang kuat, karena tanpa itu persatuan masyarakat adat/ lembaga masyarakat adat/ persekutuan masyarakat adat hanyalah sebuah menara gading yang hanya bersimpuh dengan segala kebesaran semu dan pujian serimonial belaka, sehingga kita jelma Lampung termasuk dalam pepatah “Menanam kelapa bungkuk diperbatasan, orang Lampung punya batangnya, orang lain punya buahnya”

Mengenai peranan masyarakat adat melalui pendapat Prof Hazairin dalam buku Demokrasi Pancasila tahun 1970 hal. 45 bahwa :

“Masyarakat hukum adat adalah sebagai landasan munculnya kerajan-kerajaan dahulu, sebagai landasan kekuasaan kolonial sebagai, landasan berdirinya NKRI. Kerajaan-kerajaan boleh lenyap, kolonial boleh tumbang, NKRI bisa saja terhapus, tapi masyarakat hukum adat akan tetap melanjutkan hidupnya, karena masyarakat hukum adat lebih berurat dan berakar diatas bumi pertiwi”

Dengan demikian nyata bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki identitas dan karakteristik sendiri yang membedakan bangsa-bangsa didunia ini. Bangsa yang memiliki wilayah, adat istiadat yang berbeda-beda. Dan ke Bhinekaan tidak menghalangi untuk bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebhinekaan inilah jati diri bangsa.

Kesampingkan dulu perbedaan-perbedaan presepsi, hilangkan pikiran-pikiran negative antara kita. Ketika generasi kita mulai apatis terhadap budaya, tulisan aksara mulai dilupakan, bahasa mulai ditinggalkan, adat budaya mulai dipinggirkan, cagar budaya tak diperdulikan, kebudayaan Lampung mulai tak dicintai maka tugas dan kewajiban masyarakat adat Lampung menjaga jangan sampai musnah tergerus zaman.

Sejarah Singkat Lampung
Berbagai pandangan, pendapat dan berbagai multi tafsir tentang sejarah Lampung. Maka Gamolan Institute merasa tidak terlalu mengupas asal-usul dan sejarah Lampung dari awal, karena penguatan masyarakat adat marga-marga ini adalah upaya penyatuan masyarakat adat terlebih dahulu, menggali dan pelestarian akan kita bedah diruang yang berbeda. Karena hanya akan menjadi perdebatan yang panjang, bahkan yang lebih miris adalah perpecahan yag justru merugikan masyarakat Lampung sendiri.

Perbedaan adalah keberagaman untuk mempersatukan.

Secara umum Lampung mempunyai perjalanan yang panjang. Etnis Lampung berasal dari komunitas yang sama tetapi belum tentu berasal dari keturunan yang sama. Akulturasi, adaptasi dan pengakuan diri dari komunitas lain untuk menyatakan dirinya melalui hukum adat sebagai orang Lampung, baik dari Banten (Serang) Cerebon, Bugis, Palembang, Batak dan lain-lain sebagai fenomena yang tak terelakkan sampai sekarang. Perjalanan sejarah inilah yang membentuk jati diri orang Lampung yang perlu dipertahankan dan dilestarikan sebagai kekakayaan budaya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat Lampung adalah SATU yaitu masyarakat Lampung atau disebut Ulun/Jelma Lampung, yang mempunyai 2 (dua) system keadatan, yaitu secara genologis yang cenderung monarki (secara garis keturunan/asal) di masyarakat adat saibatin dan pepadun, namun masyarakat pepadun cenderung demokratis dalam pengambilan keputusan-keputusan melalui pepung atau musyawarah adat. Sistem budaya masyarakat hukum adat Lampung yang dianut dalam wilayah hukum adat masing-masing, memiliki titi gemeti untuk saling hormat-menghormati dan tidak mencampuri urusan adat masing-masing.

Berdasarkan Sejarah, diperkirakan Provinsi Lampung telah didiami sekitar ribuan tahun yang lalu, antara lain :

  • Pase Pra-sejarah sekitar tahun 2500 SM (Proto Malay) penduduk nusantara kiranya terjadi suatu perpindahan bangsa-bangsa dari Asia Tengah ke Asia Tenggara termasuk Lampung. Mereka kemudian menyebar keberbagai daerah baik di bagian Utara, Selatan, Timur dan Barat Provinsi Lampung. Salah satu contoh sisa peradaban zaman pra-sejarah tersebut seperti Situs Batu Brak di Sumber Jaya Lampung Barat, Situs Pugung Raharjo di Lampung Timur dan lain-lain.
  • Pase Klasik sekitar abad 13 Masehi, pase klasik disebut juga zaman pase Hindu-Budha, dimana penduduk Lampung banyak dipengaruhi oleh kebudayaan tersebut.
  • Pase Islam sekitar abad 14 Masehi yaitu ditandai dengan runtuhnya kejayaan Hindu-Budha di Indonesia, dimana penduduk Lampung kemudian hingga saat ini umumnya memeluk agama Islam sebagai pedoman.


Kemargaan di Lampung
Marga Indeeling
Residentle Lampoeng, 1930
62 Marga
Marga adalah wilayah persekutuan hukum sekelompok orang-orang yang terikat sebagai satu kesatuan dalam suatu susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki pimpinan serta kekayaan baik berwujud ataupun tidak berwujud dan mendiami atau hidup diatas suatu wilayah yang terdiri dari kampung/tiyuh/anek/pekon, umbul dan huma/bawang.

Marga dikepalai oleh Kepala Marga atau Pesirah
Kampung/tiyuh/anek/pekon dikepalai oleh Kepala Tiyuh atau Pangan Tohou
Suku dikepalai oleh suku atau cakki

Kesatuan masyarakat adat diatas terdiri dari beberapa Marga yang berawal 62 Marga lalu berjumlah ± 84 marga (1996) dan sekarang tercatat lebih dari 100an marga. Kesatuan masyarakat ini dilanjutkan menjadi sistem kepemerintahan Adat dari Tahun 1864-1952.

SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung
Bpk Poedjono Pranyoto
No : G/362/B.11/HK/1996
Sejak kemerdekaan Republik Indonesia yang merupakan Negara Kesatuan yaitu kesatuan pulau-pulau, kesatuan adat istiadat dan agama, kesatuan bahasa sebagai yang disepakati oleh para pendiri bangsa. Maka pada tahun 1952 dengan Besluit Residen Lampung No. 153/D/152 kepemerintahan adat dan dewan Marga dihapus dan dibentuk/diganti dengan kenegerian.

Berdasarkan besluit tersebut otonomi marga beralih kepada negeri, demikian pula kekayaan dan milik serta hutang piutang marga beralih kepada negeri. Kemudian negeri dihapus, semua kekayaan dan milik negeri diserahkan kepada Daerah Tingkat II (Kabupaten / Kotamadya). Hal inilah yang menyebabkan marga lumpuh karena pemerintah marga tidak jelas, harta kekayaan marga lenyap.
Secara de jure marga terhapus, tetapi de facto marga tetap ada dan eksis. Dalam keadaan demikian dalam kemargaan saat ini dapat dikatakan “goh kinantan lom kurungan atau wat haga mak kejiwa”.

Namun demikian, penghapusan kepemerintahan adat tersebut tidaklah serta merta menghapuskan sistem budaya yang ada karena kesatuan mayarakat adat masih ada dan diakui keberadaanya. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 hurup B ayat 2 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Demikian pula SKEP Gubernur Lampung No. G/362/B.II/HK/1996 Tentang Pengukuhan Lembaga – Lembaga Adat Marga Sebagai Kesatauan Masyarakat Hukum Adat Dari Masing–Masing Wilayah Adat di Daerah Provinsi Tingkat II Daerah Dalam Propinsi Daerah Tingkat II Lampung.

Apabila kita semua sepakat bahwa masyarakat adat Ulun/Jelma Lampung memiliki apa yang namanya Piil Pesenggiri yang telah diperas menjadi 5 falsafah sebagai kearifan lokal, untuk mengangkat harkat, martabat dan jati diri masyarakat adat Ulun/Jelma Lampung, sudah seharusnya dimulai para penyimbang dan tokoh-tokoh adat untuk peka terhadap kondisi sosial dalam pembangunan ini, sandangan negative dibeberapa wilayah yang terisolir, kampung/tiyuh/anek/pekon tua yang terpencil dan tidak terjangkau oleh pembangunan. Hak-hak masyarakat adat yang terabaikan, dominasi kepentingan ekonomi dan politik yang mengatas namakan adat, penyalahgunaan system adat untuk kepentingan tertentu, bahkan saling berlomba untuk menjadi yang pantas dan benar, justru hal tersebut merugikan masyarakat adat Ulun/Jelma Lampung itu sendiri.

Maka sudah saatnya bersatu untuk mengangkat harkat dan martabat ulun Lampung dalam heteroginitas budaya Lampung. Leluhur kita telah menempa kita dalam perjalanan panjang dengan keteraturan dan kebersamaan  yang harmonis ditengah-tengah perbedaan bahasa dan tatanan budaya, tetapi kita tetap satu adalah ULUN/JELMA LAMPUNG.

Tahapan diskusi perencanaan
pilot projek penguatan masyarakat adat Marga
di Marga Balau Bandar Lampung
Oleh karena itu Gamolan Institute Lampung mempunyai salah satu program untuk menguatkan kembali masyarakat adat dalam kegiatan Penguatan Masyarakat Adat Marga-Marga di Lampung dengan cara melembagakan atau mengorganisasikan marga-marga agar mempunyai peranan berbangsa dan bernegara dalam menjaga dan memelihara hak dan kewajiban masyarakat adat Lampung.

Maksud
Dengan semakin pesatnya pembangunan dan semakin majunya teknologi informatika, alkulturisasi yang tak terelakkan maka akan semakin tergerusnya nilai–nilai budaya lokal maka dipandang perlu menyatukan kembali masyarakat Lampung dalam kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat dengan program “Penguatan Masyarakat Adat” dalam bentuk Kelembagaan Adat sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, dan Lembaga Adat dalam Pelesatarian dan Pengembangan Budaya Daerah.

Dengan dibentuknya lembaga-lembaga adat di Lampung melalui Marga-marga tersebut menjadikan masyarakat Lampung mengingat Kesejarahan atau asal-usulnya memuliakan hukum adat dan mendorong anggota-anggotanya untuk melakukan kegiatan perlindungan, pelestarian dan pengembangan adat budaya di Lampung, sebagai mediator, fasilitator dan komunikator antara masyarakat adat dan pihak-pihak lain, serta yang paling penting adalah menggalang persatuan dan kesatuan masyarakat hukum adat di Lampung. Dengan harapan wadah menjadi kuat yang berperan aktif menjadi mitra pemerintah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan
Adapun Tujuan dari penguatan masyarakat adat  marga-marga ini adalah : 
  1. Memposisikan otonomi marga sesuai dengan situasi dan kondisi atau sesuai dengan perkembangan zaman.
  2. Menjadikan nilai-nilai dan norma-norma adat sebagai pedoman dalam kehidupan kemasyarakatan adat Lampung.
  3. Mengembangkan dan menggali  nilai-nilai dan norma-norma adat yang relevan dengan kemajuan zaman.
  4. Menggali, melestraikan, melindungi dan memelihara hak-hak kekayaan masyarakat adat Lampung yang telah diwariskan secara turun temurun
  5. Sebagai penangkal dan filterisasi pengaruh-pengaruh negative yang dapat mengganggu stabilitas dan keutuhan NKRI.

Penstrukturan Marga
Penguatan Masyarakat Adat Marga oleh Gamolan Institute Lampung hanya sebatas mendorong masyarakat adat untuk mengorganisasikan atau melembagakan atau melegalkan kemargaan secara administasi kepemerintahan. sedangkan nama disesuaikan dengan marga masing-masing dan bentuk kepengurusan diserahkan kepada masing-masing marga sesuai dengan keputusan musyawarah masyarakat adat marga tersebut.
Rencana penguatan masyarakat adat marga di Lampung ini akan dilakukan secara estafet dimulai dari 2015 -  2017 atau seterusnya., sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan.

Rencana kegiatan pertama akan di lakukan di Marga Balau pada :
Hari/Tanggal   : Minggu, 17 Mei 2015
Pukul               : 09.00 Wib s/d selesai
Tempat            : Rumah Adat Jajar Intan Marga Balau Kedamaian Bandar Lampung

Tak ada guna dan terealisasinya keinginan dan harapan kami para pemuda di Lampung, tanpa peran aktif dan gayung bersambut para tokoh-tokoh adat, penyimbang-penyimbang adat, masyarakat adat dan semua pihak. Semoga apa yang diharapkan dalam Penguatan Masyarakat Adat Marga ini mampu menjadi presentatif dari keinginan-keinginan kita sebagai orang Lampung untuk menjalin persatuan dan kesatuan yang berkepribadian dalam berkebudayaan.

Novellia Yulistin Sanggem S.Kom
Glr. Pn. Mustika
Ketua Gamolan Institute Lampung



Prasasti Dadak

Tidak ada bangunan semegah piramid disini, hanya punden berundak yang mulai berlumut. 
Tidak ada kota berbenteng tebal layaknya bizantium disini, hanya ada parit tanah yang sederhana.
Tidak ada legenda sebesar mahabrata, hercules, dan ramayana disini, hanya ada sipahit lidah dan radin jambat yang menjadi dongeng pengantar tidur. 
Tapi kami punya aksara dan bahasa sendiri untuk bersanding dengan peradaban mesir, mesopotamia, harappa dan cina sebagai bangsa yang maju dan beradab.

Transkip Prasasti Dadak akhir abad ke 14
Ditulis di media batu menggunakan Aksara Lampung
Koleksi Museum Negeri Provinsi Lampung



Prasasti Dadak ditemukan di Dusun Dadak Desa Tebing Kecamatan Perwakilan Melintang Lampung Timur pada tahun 1994. Prasasti ditulis dalam 14 baris tulisan, terdapat pula tulisan-tulisan singkat dari gambar-gambar yang digoreskan memenuhi seluruh permukaan batu. bentuk seperti balok berukuran 42cm x 11cm x 9cm.




Rajo (ajo) Arya Purbaya
Penasehat Gamolan Institute

Selasa, 12 Mei 2015

Perjanjian Dalung Kuripan

Prasasti dalung kuripan yang  diberi nama demikian karena prasasti ini ditulis pada media dalung yaitu tembaga persegi empat yang ditemukan di Desa Kuripan Lampung Selatan.
Prasasti ini menyebutkan dua orang pemimpin yaitu Pangeran Sabakingking dan Ratu Darah Putih.
Keratuan Darah Putih diduga sebagai pusat penyebaran agama Islam.

Prasasti Dalung Kuripan

Untuk membangun syiar Islam serta melakukan dakwah, maka antara Ratu Darah Putih dan Pangeran Sabakingking atau Maulana Hasanuddin mengadakan mufakat. Kata sepakat:
 

Perjanjian Dalung Kuripan

Dalam perjanjian ini disebutkan :


"Ratu Darah Putih linggih dateng Lampung. Maka dateng Pangeran Sabakingking, maka mufakat. 
Maka wiraos sapa kang  tua sapa kang anom kita iki. Maka pepatutan angadu wong anyata kakak tua kelayan anom. Maka mati wong Lampung dingin. Maka mati mulih wong Banten ing buri ngongkon ning ngadu dateng pugung ing djero luang. Maka nyata anom Ratu Darah Putih. Andika kang tua, kaula kang anom, andika ing Banten kaula ing Lampung. Maka lami-lami Ratu Darah Putih iku ing Banten malnya kul Lampung. Anjeneng aken Pangeran Sabakingking ngadekaken Ratu. Maka jenengipun Susunan Sabakingking. Maka Ratu Darah Putih angaturaken Sawunggaling. Maka mulih ing Lampung........."


Lebih lanjut Perjanjian Dalung Kuripan itu mengatakan :


Wadon Banten lamun dipaksa dening wong Lampung dereng sukane, salerane, Lampung kena  upat-upat wadon Lampung lamun dipaksa wong Banten dereng sukane, salarane, atawa saenake bapakne, Banten kena upat-upat. Lampung ngongkon Banten keduk susuk, Lampung kena upat-
upat. Lamen ana musuh Banten, Banten pangerowa Lampung tutburi. Lamen ana musuh Lampung, Lampung manyerowa Banten tutburi. Sawossi janji Lampung ngalah kak Pejajaran, Dayuh kekuningan, Kandang besi, Kedawung, Kang uba haruan, Parun kujang. Kang anulis kang panji Pangeran Sabakingking wasta ratu mas lelom raji sengaji guling, wasta minak bay Taluk kang den
pangan ati ning kebo. Serat tetelu, ing Banten Dalung, Ing Lampung saksi Dalung Ing Maninting serat kencana. 


Sebagaimana dijelaskan dalam perjanjian, setelah masing-masing mengetahui mana yang tua dan siapa yang muda antara Ratu Darah Putih dengan Maulana Hasanuddin (Pangeran Sabakingking), di mana Maulana Hasanuddin lebih tua, maka kedua kakak beradik saling mufakat. 

Beberapa poin perjanjian itu adalah :
  • Pangeran Sabakingking berkedudukan di Banten, sementara Ratu Darah Putih berkedudukan di Lampung. 
  • Disepakati bahwa apabila ada wanita Banten yang akan di paksa dengan orang Lampung karena bukan atas kemauannya, maka Lampung akan di upat-upat; sebaliknya, bila wanita Lampung yang diperlakukan demikian, Banten yang akan di upat-upat.
  • Perjanjian Dalung Kuripan ada hal yang bersipat politik. Disebutkan, jika Banten berhadapan dengan musuhnya, Lampung akan membantu. Sebaliknya lagi, bila Lampung ada musuh, pihak Banten akan balik membantu. 
  • Dikarenakan musuh Banten waktu itu Pajajaran, berkat bala bantuan dari Lampung, Pajajaran dapat dikalahkan. Sebaliknya pula, saat Raden Intan menghadapi kolonial Hindia Belanda, Lampung dibantu pasukan dari Banten.
  • Ikatan ini semakin dipererat dengan memakan hati kerbau sebagai simbol keteguhan hati dan kejujuran karena jika kita melihat sapi maka yang terlihat adalah tidak suka mencari musuh tetapi kokoh dalam mempertahankan diri.

Persahabatan yang sudah berumur 400 tahun lebih inilah yang melahirkan sebuah perkampungan  suku Lampung yang akrab disebut Lampung Cikoneng atau Cikoneng, di Kecamatan Anyer, Kabupetan Cilegon, Propinsi Banten. Tepatnya di Jalan Raya Anyer kilometer 128-129. Di  Lampung berada di Kaliawi, Durian Payung, Gedung Pakuon, Kuripan dan Tanjung Gading adalah pemukiman penduduk Banten. 
Sampai sekarang masyarakat Lampung umumnya menyebut makam-makam kuno yang dikeramatkan sebagai makam kiai Banten. Dikedaton sebuah bukit memiliki sebutan Gunung Banten, karena ada sebuah makam kiai asal Banten di Lerengnya. Di Pagar Dewa di hulu tepi sungai Tulang Bawang ada makam kuno Kiai Banten yang dikeramatkan dan dianggap sebagai pusat Kerajaan Tulang Bawang yang menganut ajaran islam.


Novellia Yulistin Sanggem
Glr. Pn Mustika
Ketua Gamolan Institute Lampung