Senin, 25 Januari 2016

Gamolan Lampung Jejak Peradaban Pra Sejarah

Sertifikat Menteri Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia
"GAMOLAN"
Instrumen Musik Tradisional Lampung
Jejak Peradaban Pra Sejarah Nusantara






Gamolan adalah   sebuah instrumen musik Lampung yang merupakan warisan budaya dunia. Dimulai dari perkembangan  peradaban awal manusia hingga sekarang ini. gamolan mendapat pengaruh mulai pase Pra-sejarah, zaman klasik hingga zaman modern. Kebudayaan oral, batu, kayu hingga bambu, dan kepercayaan Animisme, Dinamisme, Hindu-Buddha, Islam dan Melayu. Bangsa India, China, Arab dan Eropa. Dari sekian pengaruh tersebut terbentuklah gamolan sebagai instrumen musik tradisional Lampung. 





Sejarah Gamolan

Keberadaan Gamolan diperkirakan telah ada ratusan tahun yang lalu. Setidaknya sampai tahun 1983 ketika Prof. Margaret J Kartomi mengadakan penelitian mengenai instrumen tersebut, ia hanya mencantumkan istilah gamolan untuk menyebutkan instrumen ini. 



Berangkat dari teori H. Steward :
“ Bahwa yang relatif sederhana menyatakan lebih dahulu daripada yang relatif lebih rumit”.

 Kemudian teori dari Margaret J Kartomi; yang mengatakan bahwa : 
Interestingly enough, the term gamelan, which usually refers to a complete orchestra, may originally have referred to a single instrument in Java too”.
Artinya : 
yang cukup menarik,  istilah Gamelan sekarang ini di adalah merujuk kepada seperangkat alat musik, mungkin juga pada awalnya merunjuk ke nama sebuah alat musik tunggal pada zaman dahulu, termasuk di Jawa.



Gamolan berasal dari kata Begamol, Begamol  sama dengan  Begumul,  kemudian Lampung menyebut Gumulan kemudian menjadi Gamolan hingga saat ini. Begumul asal katanya Gumulan dalam bahasa Melayu yang berarti berkumpul. Orang



Sketsa gamolan berbilah 7 tanpa nada 4
Pada awal peradaban pra sejarah, diperkirakan masyarakat Lampung menggunakan gamolan sebagai alat komunikasi tradisional. Alat yang digunakan pertamakali untuk komunikasi terutama untuk berkumpul adalah menggunakan alat berupa vokal, setelah itu kemudian mereka menggunakan alat apa saja berupa batu, kayu ataupun bambu satu buah.


Kayu atau bambu  yang satu buah  disebut kentongan dalam bahasa Lampungnya  Kelekup, baru setelah itu kentongan yang satu buah ditambah dengan kentongan yang lainnya sehingga menjadi banyak. Namun setelah itu kentongan ditambahkan bilah-bilah diatasnya. (Bilah atau lempengan di atas gamolan disebut mata dan kelekup atau kentongan yang sudah diberi lempengan disebut lambakan dalam bahasa Lampung).

Murhadi dari Kenali Lampung Barat
sedang memainkan Gamolan
Setelah kentongan diberi lempengan di atasnya baru kemudian kentongan sebagai alat komunikasi berubah fungsi berikutnya yaitu untuk memenuhi kebutuhan hiburan pribadi, kemudian berkembang sebagai musik pengiring dalam upacara adat.

Kentongan sebagai alat komunikasi yang berlangsung pada zaman pra-sejarah, maka baru sekitar abad ke 4 masehi kentongan diberi lempengan yang mempunyai nada,  bersamaan kedatangan agamawan Budha ke bumi Sekala Brak dengan membawa tangganada 12356 sebagai nada inti dan nada 7 sebagai nada tambahan, tangganada pentaton China tersebut telah ada sekitar pada abad 8 SM. (Fu Chunjiang. Origins of Chinese Music. 2009)

Gamolan yang dibuat sekitar pada abad ke-4 Masehi dan mengalami puncak perkembangannya pada abad ke-5 Masehi. Sebab pada abad ke-5 M di Lampung telah ada kerajaan Kendali bercorak China dan beragama Budha yang ketika itu juga sedang mengalami puncak kejayaannya (W. P Groenevelt, Paul Michel Munos, Richard Dick-Read), juga kerajaan Sekala Brak Kuno yang bercorak India beragama Hindu. Diberitakan bahwa xylophone malah dieksport dari Asia Tenggara ke Afrika pada abad ke-5 M. (Karl Edmund Prier sj, Sejarah Musik, 2008).

Disamping itu juga jika relief instrumen musik  di candi Borobudur pada abad ke-8 M terpahat dibatu maka instrumen musik yang terbuat dari kayu atau bambu telah ada pada abad sebelumnya. (Bram Palgunadi, Serat Kanda Karawitan Jawa, 2002).

Relief Gamolan di
Candi Borobudur Abad ke-8 M

Untuk lebih menguatkan hipotesis tersebut Margaret dan Hasyimkan membuktikan kebenarannya dengan ditemukannya alat musik tunggal di Lampung Barat. Margaret berkesimpulan bahwa “ Jadi Alat Musik Lampung ini (Gamolan) boleh jadi merupakan salah satu alat musik yang bertahan hidup dari penyebaran alat musik berlempeng yang berasal dari periode Hindu-Buddha yang disebut Gamelan.

Bukti tersebut mengisyaratkan bahwa Candi Borobudur tak bisa dilepaskan dari campur tangan orang Lampung, masyarakat Lampung  turut membangun candi Borobudur yang merupakan keajaiban Dunia. Karena hal itu bisa terjadi gamolan secara antropologi (kebudayaan) ada di Lampung, akan tetapi secara arkeologi Gamolan terpahat di Candi Borobudur pada abad ke 8 Masehi.

Gamolan adalah  instrumen musik yang hampir semua bahan bakunya terbuat dari bambu,  kecuali tali untuk mengikatkan bilah bambu ke lambakan,  pada awalnya terbuat dari rotan, namun saat ini  terbuat dari nilon. Instrumen ini hanya satu buah, bukan sekelompok instrumen atau kelompok ensambel yang terdiri dari beberapa instrumen. Namun dalam perkembangan berikutnya ditambah dengan instrumen musik yang lain sebagai musik pengiring.

Gamolan tersebar di daerah Lampung Barat terutama di wilayah Sekala Brak, di antaranya: Kenali (Buay Belunguh), Batu Brak (Buay Pernong), Kembahang (Buay Bejalan Di Way), hanya di Sukau (Buay Nyerupa) tidak banyak terdapat persebaran instrumen gamolan.

Pertunjukan gamolan tidak menuntut waktu dan tempat khusus untuk dimainkan, karena instrumen musik ini berasal dari ranah hiburan pribadi.  Pertunjukan instrumen musik ini dimainkan secara tunggal, namun bisa juga berbentuk ansambel,  instrumentalia, vokal, maupun musik pengiring tari seperti dalam acara pernikahan, sunatan dan lain-lain. 
 
 Pada zaman dahulu, lagu atau tabuhan instrumen tersebut merupakan cerminan dari masyarakat pendukungnya yang dihadirkan melalui kegiatan berkesenian. Masing-masing daerah biasanya memiliki ciri dan kekhasan antara satu daerah dengan daerah lainnya; sebagai contoh tabuh sekeli adalah lagu dari masyarakat Belalau, tabuh sambai agung dan tabuh Jarang adalah lagu dari masyarakat Batu Brak dan tabuh alau-alau adalah lagu dari masyarakat Kembahang.

Ciri khas melodi atau nada yang terdapat dalam  instrumen gamolan menggambarkan suatu suasana kesederhanaan, keluguan, kemurnian melodi dan juga  melodi yang kuat. Juga sesuatu yang menjadi ciri khas gamolan lainnya adalah  instrumen tersebut mempunyai suara yang lembut, sahdu dan juga suara yang keras.

Ketika ada perayaan upacara pernikahan misalnya, maka  seluruh prosesi tersebut akan dihibur oleh  bunyi-bunyian tak terkecuali gamolan. Acara muda-mudi  yang dilakukan pada siang dan malam hari salah satunya acara nyambai, dalam acara tersebut disertai dengan memainkan   instrumen gamolan.

Mitologi Gamolan
Pada zaman dahulu, proses pembuatan, pemilihan bambu dan lain-lain, sangat tergantung kepada kepercayaan masyarakat pada saat itu. Untuk memperoleh hasil gamolan yang baik dengan cara bambu direndam di dalam air sekitar satu tahun, perendaman bambu mencari daerah lubuk yang paling dalam. Kemudian setelah satu tahun, satu orang masuk ke dalam air dan yang satunya di atas air, pembuat gamolan yang di dalam air kemudian memukul bambu yang direndam tersebut hingga terdengar sama orang yang di atas air. Jika bambu yang dipukul tidak terdengar maka belum bisa dilakukan pembuatan bambu untuk gamolan.

Proses Pembuatan Gamolan
Prof Margaret J Kartomi dan Has
  1. Bambu yang telah ditebang, lalu dipotong sesuai dengan ukuran. Satu batang bambu bisa dibuat seluruh bagian gamolan. Lalu yang paling dipilih bagian lambakan  dulu karena hanya ukuran ruas bambu yang panjangnya minimal 50 cm yang bisa diambil.  Kemudian bagian mata di potong sesuai dengan ukuran mata yang paling pendek sampai yang paling panjang.
  2. Bambu yang telah berbentuk lambakan dan mata  direndam dalam air yang telah diberi pestisida minimal 3 hari, makin lama makin baik.
  3. Setelah direndam dalam air lalu dikeringkan dengan cara posisi Lambakan  diletakkan secara vertical pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung. Sementara mata bisa dijemur yang langsung terkena sinar matahari sampai kering betul. kemudian baru bisa dibuat gamolan setelah minimal 6 bulan.
  4. Lambakan dan mata  dirapikan dan dihaluskan. Merapikan  bagian yang kasar menggunakan pisau, sementara penghalusan menggunakan amplas.
  5. Setelah rapi dan halus maka lambakan dan mata di dipernis dan dipelitur.
  6. Diadakan penyeteman mata gamolan.
  7. Proses yang terakhir yaitu merangkai mata ke atas lambakan baru kemudian menjadi gamolan.
Ada beberapa contoh syair mengenai gamolan yang terdapat pada warahan (cerita) di masyarakat Lampung.

1.  Hilman Hadikusuma, Iwan Nurdaya Djafar
     Warahan Raden Jambat. DKL. Grafikatama Jaya. 1995, 31

     Radin Jambat kuasa, turun di Tanjung Jambi
     waktu dijaman paija, makkung tahun masehi
     bijing pak salimbangan, pusiban pitu tanjak
     ditunggu tetabuhan, gamolan suwai randak
   
     arti ;
     Radin Jambat kuasa, turun di Tanjung Jambi
     waktu dijaman dulu, sebelum tahun masehi
     bijing empat berhadapan, pusiban tujuh tanjakan
     dilengkapi tetabuhan, gamolan sembilan susunan

2.  Dikutip dari naskah kias salaman salah satu karya sastra lisan Lampung Pubian, Raswan, 1997

Novellia Yulistin Sanggem
Ketua Gamolan Institute Lampung
238Fe303/085368681001
     lain lagi jak jaman sina, cekhita dang kepalang 
     riwayat gamolan sakti, mukjizat jaman puyang
     ya lagi kepakha wali, sehaluan di Malaka tahun 1476 M

     arti ;
     lain lagi waktu itu, ceritanya ga tanggung-tanggung
     riwayat gamolan sakti, mukjizat zaman nenek moyang
     para tetua zaman wali, dikembangkan di Malaka tahun 1476 M

3.  Syair Sagata dari masyarakat Tanggamus, Ridhwan Hawari, 2013

     nak ninak-ninak ningkung, gamolan haji ripin,
     ngakuk anakni gedung, kebayanni mad amin

     arti ;
     nak ninak-ninak ningkung, gamolan haji ripin
     mengambil anak raja, permaisurinya mad amin

Nara Sumber : 
Hasyimkan, S.Sn, MM










Minggu, 24 Januari 2016

LOCAL WISDOM PIIL PESENGGIRI - LAMPUNG


Local Wisdom (Kearifan Lokal)
Indonesia, Nusantara dengan kearifan lokal tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau lintas etnik tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga membentuk nilai budaya yang bersifat nasional. Contoh hampir disetiap budaya lokal di Nusantara dikenal kearifan lokal yang mengajarkan gotong royong, toleransi, etos kerja dan lain-lain. Pada umumnya etika dan nilai moral yang terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun temurun, diwariskan dari generasi ke generasi melalui sastra lisan (antara lain dalam bentuk pepatah dan peribahasa, folklore) dan manuskrip. Walaupun ada upaya pewarisan kearifan lokal akan tetap kukuh menghadapi globalisasi yang menawarkan gaya hidup yang makin pragmatis dan konsumtif. Secara faktual dapat kita saksikan bagaimana kearifan lokal yang sarat kebijakan dan filosofi hidup nyaris tidak terimplementasikan dalam praktik hidup yang makin pragmatis.

Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup, pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup.


Kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat. Jadi kearifan lokal adalah gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Sebuah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual dan juga aturan atau hukum setempat.

Local Genius Sebagai Local Wisdom
Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius, merupakan istilah yang mula pertama diperkenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (lihat ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cutural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19).


Sementara Moendadjito (Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. 
Ciri-cirinya adalah :
-  Mampu bertahan terhadap budaya luar
-  Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.
-  Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar kedalam budaya asli
-  Mempunyai kemampuan mengendalikan
-  Mampu memberi arah pada perkembangan budaya


I Ketut Gobyah Thiam "berpijak pada kearifan lokal", mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat yang patut secara terus meneruss dijadikan pegangan hidup. Meskipun nilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalamnya dianggap sangat universal.

S.Swarsi Geriya dalam "Menggali Kearifan Lokal untuk ajeg Bali" mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal dengan demikian adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga.

Dalam "Pikiran Rakyat" terbitan 6 Maret 2003 menjelaskan bahwa kearifan berarti ada yang memiliki kearifan (al-'addah al-ma'rifah), yang dilawankan dengan al-'addah al-jahiliyyah. Kearifan dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta dianggap baik oleh ketentuan agama. Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamaiah dan niscaya baik karena merupakan tindakan social yang berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik atau mengandung kebaikan. Adat yang tidak baik hanya terjadi apabila terjadi pemaksaan oleh penguasa.


LOCAL WISDOM PIIL PESENGGIRI
Kearifan lokal Lampung yang khas mengandung nilai budaya luhur Ulun Lampung (orang Lampung) adalah Piil Pesenggiri. Piil Pesenggiri ini mengandung lima falsafah hidup/pandangan hidup masyarakat yang diletakkan sebagai pedoman dalam tata pergaulan untuk memelihara kerukunan, kesejahteraan dan keadilan. Piil Pesenggiri merupakan harga diri yang berkaitan dengan perasaan kompetensi dan nilai pribadi, atau merupakan perpaduan antara kepercayaan dan penghormatan diri. Seseorang yang memiliki Piil Pesenggiri yang kuat berarti mempunyai perasaan penuh keyakinan penuh tanggungjawab, kompeten dan sanggup mengatasi masalah-masalah kehidupan.

Etos dan semangat ke Lampungan (spirit of Lampung) Piil Pesenggiri itu mendorong orang untuk bekerja keras kreatif, cermat dan teliti, orientasi pada prestasi, berani kompetisi dan pantang menyerah atas tantangan yang muncul. Semua karena mempertaruhkan harga diri dan martabat seseorang untuk sesuatu yang mulia ditengah-tengah masyarakat.

Unsur-unsur Piil Pesenggiri itu bukan sekedar prinsip kosong, melainkan mempunyai nilai-nilai nasionalisme budaya yang luhur yang perlu dipahami dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sejatinya Piil Pesenggiri tidak diungkapkan melalui pemujaan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain atau dengan mengagungkan seseorang yang jauh lebih unggul dari orang lain, atau menyengsarakan orang lain untuk membahagiakan seseorang.

Seseorang yang memiliki harga diri akan lebih bersemangat, lebih mandiri, lebih mampu dan berdaya, sanggup menerima tantangan, lebih percaya diri, tidak mudah menyerah dan putus asa, mudah memikul tanggung jawab, mampu menghadapi kehidupan dengan lebih baik, dan merasa sejajar dengan orang lain.

Karakteristik orang yang memiliki harga diri yang tinggi adalah kepribadian yang memiliki kesadaran untuk dapat membangkitkan nilai-nilai positif kehormatan diri sendiri dan orang lain, yaitu sanggup menjalani hidup dengan penuh kesadaran. Hidup dengan penuh kesadaran berarti mampu membangkitkan kondisi pikiran yang sesuai kenyataan yang dihadapi, beranggung jawab terhadap setiap perbuatan yang dilakukan. Arogansi dan berlebihan dalam mengagungkan kemampuan diri sendiri merupakan gambaran tentang rendahnya harga diri atau runtuhnya kehormatan seseorang.

Keanekaragaman budaya daerah merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting bagi pembentukan citra. Namun demikian dalam kenyataannya nilai-nilai budaya luhur itu mulai meredup, memudar, kearifan lokal kehilangan makna substantifnya. Upaya-upaya pelestarian hanya nampak sekedar pernyataan simbolik tanpa arti, penghayatan dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa budaya masyarakat sebagai  sumber daya kearifan lokal nyaris mengalami reduksi secara menyeluruh dan nampak sekadar pajangan formalitas, bahkan seringkali lembaga-lembaga budaya pada umumnya dimanfaatkan untuk komersialisasi dan kepentingan kekuasaan.

Masyarakat Adat Lampung memiliki kearifan-kearifan lokal yang telah berurat dan berakar dalam pribadi-pribadi masyarakat Adat Lampung. Namun kearifan lokal Piil Pesinggiri ini perlu pemahaman dan pengertian yang benar dan tepat sebagai kearifan-kearifan masa lalu yang tak lekang kena panas dan tak larut kena hujan. Banyak penafsiran Piil Pesenggiri dari beberapa sudut pandang, yang kadang-kadang penafsiran yang menyudutkan karena pandangan negatif dari pemahaman dan nara sumber yang tidak menguasai sepenuhnya arti dari Piil Pesenggiri. 

Arti Piil hanya dilihat dari sudut pandang bahwa orang Lampung itu tidak boleh dipermalukan atau orang Lampung itu nilai kemartabatannya diukur dengan materi sehingga anak gadisnya hanya dapat dimiliki kalau mempunyai uang yang banyak, seolah-olah semakin tinggi derajatnya semakin tinggi nilai materinya.

Hasil dari penelitian Sulistyowati Irianto dan Risma Margaretha dalam "Piil Pesenggiri Modal Budaya dan Strategi Identitas Ulun Lampung", Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia. Bahwa Piil Ulun Lampung diartikan sebagai :
  1. "Obat malu adalah mati" ditafsirkan orang Lampung tidak boleh malu bertentangan dengan karakter masyarakat Lampung yang terbuka, yang teraktualisasi di nengah nyappur, nemui nyimah dan sakai sambayan. Penafsiran yang sesungguhnya adalah "orang Lampung tidak boleh membuat malu"
  2. Tolak Ukur Piil dengan perkawinan adat yang mahal bukan menjadi ukuran orang Lampung saja, tetapi lebih kepada privasi personal umat manusia. Semakin tinggi status sosial seseorang semakin tinggi personal privateya.
  3. Melampungkan merupakan prasyarat untuk tegas jati diri. Perkawinan silang telah diakui keberadaannya dalam sejarah Ulun Lampung berabad-abad lalu.
Mari kita telaah apa yang dimaksud dengan Piil itu pada zaman dahulu :

Piil suami adalah menjaga keluarganya
Piil istri adalah mengurus rumah tangganya
Piil anak perempuan adalah menjaga perilakunya
Piil anak laki-laki adalah menjaga perkataannya

Kalimat diatas menunjukkan bahwa Piil Ulun Lampung adalah menjaga/mengurus/memelihara dari perbuatan-perbuatan yang akan membuat malu atau tercela.
Pada masyarakat adat Lampung Bahwa punyimbang tidak boleh melakukan hal-hal yang tercela dan apabila terjadi maka akan dikenakan sanksi sosial dan denda yang disebut CEPALOU.

Pada masyarakat pepadun dikenal sanksi sosial terhadap kesalahan yang dilakukan oleh penyimbang maupun keluarganya, yaitu :
1.  Orou Pepadun (Pepadun yang menjadi bahan perbincangan akibat satu kesalahan)
  • Penyimbang Marga berbuat salah (cacat) disebut dengan Karem Pepadun (Karam)
  • Penyimbang Tiyuh berbuat salah (cacat) disebut dengan Tanyok Pepadun (Kanyut)
  • Penyimbang Suku berbuat salah (cacat) disebut dengan Curing Pepadun (Coret)
2. Cacat Pepadun
  • Pepadun Kamah, yaitu istri penyimbang atau sanak-saudara penyimbang diganggu (dilecehkan) dan sampai geger
  • Pepadun Miring, yaitu anak atau adik penyimbang ketahuan mencuri
  • Pepadun Telekep, yaitu anak atau adik penyimbang cerai.
Artinya bahwa masyarakat Adat Lampung sangat menjunjung tinggi kemartabatan itu dalam keteraturan hukum. Bahwa masyarakat Hukum Adat Lampung sangat hati-hati terhadap semua tindakan yang dapat memalukan dan mencela keluarga besarnya atau kepenyimbangan/kepepadunan (status sosial).

UNSUR-UNSUR PIIL PESENGGIRI
Banyak pendapat dan perbedaan dari para penulis dan ahli tentang unsur-unsur dan penafsiran dari Piil Pesenggiri.
Piil Pesenggiri bermakna harga diri, jati diri, martabat.

Harga diri menurut Stuart dan Sundeen (1991) mengatakan bahwa harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga dan kompeten.

Sedangkan menurut Gilmore (dalam akhmad Sudrajad) mengemukakan bahwa : "... self esteem is a personal judgement of worthiness that is a personal that is expressed in attitute the individual holds toward himself". Pendapat ini menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Sementara itu, Buss (1973) memberikan pengertian harga diri (self esteem) sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan.

Arti Harga Diri (Self Esteem)
Menurut pendapat beberapa ahli  tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.

Arti Jati Diri (Identity) adalah ciri-ciri, gambaran atau keadaan khusus seseorang atau suatu benda; identitas; inti, jiwa, semangat dan daya gerak dari dalam; spiritualitas : mencari - diri pembangunan nasional.

Jati Diri Sebagian orang berpendapat bahwa arti jati diri adalah suatu manifestasi ideologi hidup seseorang. Jati diri sendiri merupakan bagian dari sifat seseorang yang muncul dengan sendirinya mulai dari kecil, kemudian sifat bawaan kadang juga terpengaruh dengan faktor lingkungan tempat seseorang hidup dan dibesarkan. Kita tentu sudah tidak asing mendengar istilah seorang anak yang sedang mencari jati diri, hal ini sering terungkap karena dalam proses pembentukan karakter yang sebenarnya pada diri seseorang adalah pada masa pancaroba, yaitu masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Cara Menemukan Jati Diri dari pengertian jati diri yang sudah dipaparkan diatas, bahwasanya jati diri itu sendiri merupakan suatu manifestasi ideologi hidup seseorang, sehingga bagaimana cara menemukan jati diri sendiri itu juga merupakan hak mutlak bagi seorang individu untuk menentukan jati dirinya sendiri. Ketika seseorang yang telah dapat memahami akan kemampuan dan kekuatan pada dirinya yang didasari dengan iman dan taqwa pada Tuhan, maka saat itulah seseorang sudah dapat dikatakan menemukan jati dirinya sendiri.

Arti Martabat adalah harga diri dan hakikat manusia yang masih meliputi HAM (Hak Asasi Manusia). Manusia dapat mempertahankan martabatnya sesuai dengan aturan HAM. Selain itu, kebutuhan dasar dari manusia adalah dihargai oleh sesama. Dengan dihargai, manusia merasa memiliki harga diri. Manusia memiliki harkat dan martabat yang berarti membedakannya dengan makhluk hidup yang lain. Ini adalah bukti bahwa manusia memang makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.

Pasanggiri / Pesenggiri
Berbeda dengan Bapak Hilman Hadikusuma SH. Fachruddin Dani berkeyakinan kata Pesenggiri pada Piil Pesenggiri berasal dari Bahasa Sunda yang dibawa Banten. Tidak seperti dugaan Bapak Hilman yang mengatakan dari Bali Pasunggiri, nama tim tentara elit di Kerajaan sana dahulu. 
Setelah ada kesepakatan antara tokoh tokoh Lampung dengan Banten untuk membangun Kesultanan Lampung maka Piil nya Lampung itu disepakati untuk ditambah dengan kata Pesenggiri, dari kata Pasanggiri yang dalam Bahasa Sunda artinya lomba.
Menurut kamus arti kata.com berarti sayembara dng hadiah bagi pemenang terbaik atau yg unggul. 

Apakah terminologi pesenggiri sama dengan pasanggiri perlu mendapatkan kajian-kajian yang lebih mendalam. Kalaupun demikian yang dimaksud maka Pasanggiri adalah sebagai suatu usaha untuk mendapatkan keunggulan-keunggulan. Menyandingkan piil dengan pasanggiri merupakan suatu usaha untuk mencapai sesuatu yang lebih baik.

Terminolgi Piil lebih dikenal dikalangan masyarakat bawah dibandingkan dengan Pesenggiri.

Unsur – unsur piil pesenggiri adalah ;
  • Piil dalam arti harfiah mengandung dua padan kata yaitu Piil yang berarti  ; harga diri, Jati diri dan  pesenggiri adalah sebagai suatu usaha pencapaian yang lebih tinggi (martabat). Harga diri adalah Penilaian terhadap kehormatan  yang memiliki kemampuan,   keberartian, berharga, dan kompetensi, yang sifatnya tidak diimplisitkan dan diverbalisasikanNilai yang di yakini oleh masyarakat adat ulun Lampung bahwa mereka berasal dari Kepuhyangan (keturunan yang terhormat dan mulia ). Jati diri adalah nilai yang diyakini oleh masyarakat adat bahwa mereka memiliki asal usul  dimana mereka berada dengan karakteristik yang tegas. Pesenggiri adalah suatu sistem yang dipatuhi untuk memperjuangkan  nilai-nilai sebagai masyarakat yang terhormat dan mulia berdasarkan asal usul yang jelas dimana mereka berada.  Sanksi sosial yang diberlakukan untuk mempertegas bahwa harga diri dan jati diri adalah yang paling utama untuk dijaga oleh setiap orang sehingga tidak akan memberi malu atau tercela didalam komunitasnya. Misalnya ; sanksi terhadap pepadun Karem, Pepadun Tanyok, Pepadun Curing dan Cepalo, dsb. Bahwa masyarakat adat lampung adalah suatu masyarakat yang memiliki karakteristik yang tegas untuk tidak menerima hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Lampung merupakan sesuatu yang tercela dan untuk itu harus diberikan sanksi sosial dan denda –denda adat untuk memulihkanya kembali,misalnya dengan denda materi,disisihkan dari prosesi-prosesi adat, ngabasuh pepadun/memperbahurui pepadun, dsb. Masyarakat adat Lampung sangat tegas untuk mempertahankan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan Jati dirinya. Ada aturan –aturan tertentu untuk menerima masyarakat adat dari luar sukunya melalui prosesi adat mewarian, angkonan atau dilampungkan menunjukan bahwa masyarakat adat Lampung sangat ketat untuk menjaga jati dirinya. 
  • Bejuluk beadek  dalam arti harfiah  Bejuluk nama yang diberikan kepada seseorang sebagai nama kasih sayang keluarga, Beadek nama yang diberikan kepada seseorang setelah ia memikul tanggung jawab. Bejuluk, beinai, beadek adalah implementasi dari sebuah nama yang melekat pada diri seseorang yang memiliki harga diri, jati diri dan martabat, oleh karenanya nama itu harus dijaga dari tingkah laku yang tercela. Bahasa yang santun, pribadi yang mempesona,bertanggungjawab terhadap beban yang diamanahkan melalui juluk, adek, dan enai yang berikan  kepadanya.Seseorang selalu menjaga nama itu sehingga tidak terkena sanksi adat berupa cepalo atau sanksi lainnya yang berakibat kepada keluarga besarnya. Bejuluk beadek adalah beban tanggung jawab yang harus emban, nama-nama itu bukan ruang hampa yang tidak bermakna, nama itu mengandung amanah dan tanggung jawab keluarga yang harus diembannya untuk mengangkat harkat dan martabat keluarga.
  • Nengah nyappur  dalam arti harfiah Nengah artinya ketengah dan Nyappur berarti bercampur baur/bergaul. Ketengah berarti bermula dari pinggir, dari ketepian menuju tengah, kearifan bahasa ini diambil dari keadaan alam masyarakat Lampung yang pada umumnya berada dipinggir air.  Nengah di ibarat seseorang berada ditepian sungai maka pada puncaknya adalah ditengah sungai itu, apabila telah meliwati posisi ini berarti ia menuju pinggir sungai kembali di seberangnya. oleh sebab itu masyarakat Lampung mengkonotasikan kesuksesan itu ditengah ibarat kalau mendaki gunung maka kesuksesan itu berada di puncak. Namun masyarakat lampung tidak hanya mengukur kesuksesan atau keberhasilan itu hanya sampai ditengah tetapi kesuksesan/keberhasilannya itu juga diukur bagaimana ia dapat bercampur/mengaktualisasikanya ditengah-tengah pergaulan ituArtinya bahwa keberhasilan yang dicapai harus sanggup bersaing ditengah tengah lingkungan dimana ia bercampur. Seharusnya ia tidak akan menjadi larut, tetapi ia juga dapat menunjukan jati dirinya. Ibarat hasil panen umpamanya buah duren yang ketengahkan kemana saja, tetapi yang paling penting  buah duren tersebut harusnya tidak kalah bersaing bahkan dapat menjadi primadona dari buah-buah duren lainnya. Namun dari kenyataanya sekarang nengah nyappur mengalami distorsi sehingga masyarakat dalam melakukan nengah nyappur mengadaptasi ( larut ) dalam persaingan,bahkan telah menjadi orang lain, sehingga kehilangan jati diri seperti bahasa, budaya maupun hak-haknya perlu segera disikapi.
  • Nemui nyimah dalam arti harfiah Nemui berasal dari menerima tamumenemui tamu dan Nyimah mengandung makna mudah tersenyum, berbahasa yang santun, menunjukkan muka yangramah dll. Kearifan ini menunjukan bahwa masyarakat adat Lampung menerima dan sangat toleransi / terbuka terhadap siapa pun. Bahwa masyarakat Lampung membuka diri dengan siapa saja yang datang, sepanjang hak-haknya juga dihargai. Ada pribahasa dalam masyarakat Lampung  “ kayu nuppang agou ngebatang “ artinya kayu benalu numpang sampai membunuh pohonnya. Hal ini yang patut disikapi dimana masyarakat Lampung yang terbuka dan senang hati dengan siapa pun tetapi hendaknya pendatang  juga harus menjaga keterbukaan itu menjadi satu keluarga yang saling menghargai, jangan seperti pepatah diatas. 
  • Sakai sambaian dalam arti harfiah Sakai adalah mengerjakan sesuatu bersama-samasesakai bermakna saling tolong menolong mengerjakan sesuatu, makna Sambaian saling menyambut/membalas hal yang baik-baik. Kearifan ini hendaknya dimaknai tidak hanya terbatas pada kegotong royongan atau kebersamaan dalam bentuk fisik dan materi. Sakai sambaian tidak saja saling tolong menolong dalam pekerjaan fisik, sakai sambaian bukan saja tolong menolong dalam bentuk materi karena upacara-upacara pernikahan atau bentuk sumbangan-sumbangan tertentu, tetapi lebih dalam dari itu bahwa masyarakat Lampung dalam menyelesaikan masalah selalu melakukannya dengan musyawarah atau yang dikenal dengan, Recakou, Pepung atau Meparou, artinya bahwa masyarakat Lampung menjujung tinggi kebersamaan dan musyawarah terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Kebersamaan bukan saja dalam bentuk fisik dan materi tetapi kebersamaan dalam bentuk sumbangan pemikiran untuk menyelesaikan setiap masalah-masalah yang dihadapi.
KESIMPULAN 
Kearifan lokal perlu dikembangkan suatu bentuk knowledge management terhadap berbagai jenis kearifan lokal agar dapat digunakan sebagai acuan dalam proses perencanaan, pembinaan dan pembangunan kesejahteraan masyarakat setempat. masyarakat bersama-sama menggali sumber kehidupan secara arif dan bijak, sehingga ada jalan menuju kehidupan yang lebih baik, damai, adil dan sejahtera. Upaya yang perlu dilakukan adalah menggali secara substantif nilai-nilai kearifan lokal. Keterbukaan dikembangkan menjadi kejujuran dalam setiap aktualisasi pergaulan, pekerjaan dan pembangunan, beserta nilai-nilai budaya lain yang menyertainya. Budi pekerti dan norma kesopanan diformulasi sebagai keramahtamahan yang tulus. harga diri diletakkan dalam upaya pengembangan prestasi, bukan untuk membangun kesombongan.

Kearifan lokal diperlukan meghimpun pelembagaan yang harus dikembangkan agar proses pembangunan nasional dapat melahirkan keseimbangan, pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, memberi keleluasaan terhadap partisipasi masyarakat, mendukung proses komunikasi dan membuka ruang publik. Dan tugas pokok pemerintah adalah bagaimana Local Wisdom yang ada dimasyarakat tidak menjadi alat saja untuk kepentingan elit, tetapi bagaimana menerapkan kearifan lokal msyarakat menjadi sebuah garda terdepan untuk mensejahterakan masyarakat. 

Nara Sumber : Wanmauli Sanggem 
(Glr : Tuan Rajou Tehang)

Novellia Yulistin Sanggem
Ketua Gamolan Institute Lampung
238FE303/085368681001