Jumat, 08 Mei 2015

Asal Muasal Orang Lampung

"Orang Lampung berasal dari Sekala Beghak" 
Pernyataan yang sering terlontar dalam setiap perbincangan mengenai asal usul orang Lampung.

Namun apakah benar semua leluhur Lampung berasal dari sekala beghak ?
lalu benarkah pepadun tertua berasal dari Pohon Melasa Kepampang (sejenis pohon nangka) ?

Untuk menjawab itu semua pertama-tama harus diketahui bahwa Bahasa Lampung baik Dialeg A maupun O merupakan rumpun bahasa dari Bangsa Proto-Austronesia. Bangsa Proto-Austronesia adalah bangsa petani dan pengarung samudera yang sejak 7000SM sampai dengan 3500SM telah bermigrasi dan menyebar ke seluruh wilayah pulau Sumatera (menurunkan tiap suku bangsa penutur Rumpun Bahasa Proto-Melayu) termasuk Lampung.
Hal ini dapat dilihat dan dibuktikan dengan banyaknya temuan peninggalan Arkeologi berupa Perkakas Batu Neolitikum (zaman batu baru) yang tersebar merata di seluruh wilayah Lampung, mulai dari utara-selatan sampai dengan timur-barat. ini mengindikasi bahwa setidaknya sejak 5000SM nenek moyang masyarakat Lampung Purba telah tersebar merata di wilayah Lampung.

Rumpun Proto-Austronesia menurunkan beberapa suku-suku tua di Indonesia, berbeda dengan Austro-Melanesia, Proto-Austronesia adalah bangsa penjelajah samudra. Di Indonesia pengelompokan mereka ke dalam bangsa Proto-Melayu. Yang berbeda beberapa ribu tahun SM dengan saudara mudanya yaitu Duetero Melayu yang membawa kebudayaan pertanian menetap di Indonesia. Sedangkan Proto Melayu menganut sistem pertanian berpindah tebas-bakar.

Berdasarkan penyebaran penggunaan Bahasa Lampung yg terdiri dari dua dialeg O dan A, tentu menunjukan antara 5000 - 3500 SM. terjadi beberapa gelombang migrasi penduduk, ada yang masuk dari pantai Barat Laut, ada yang masuk melalui pantai Timur, ada pula yang dari Utara (yang kemungkinan memasuki Sumatera yang berada di Wilayah utara Lampung. Berikutnya mereka yang dari barat menurunkan Masyarakat Lampung berpenutur Dialeg Api Belalaw, yang dari timur menurunkan masyarakat Lampung berpenutur dialeg Nyow seperti Abung, Tulang Bawang dan Melinting. Dan yang dari utara mnurunkan masyarakat Lampung berpenutur dialeg A Komering, Way Kanan, dan Daya.
Menhir dari Situs Canguk Gaccak
(Narasumber : Nanang Saptono)
Perkakas Batu Neolitikum
(Narasumber : Dido Zulkarnaein)
Lalu siapakah yang datang dari arah Ranau pada akhir abad 15 ?
Prof. P.J. Veth dalam penelitiannya pada abad 19 tentang orang Abung, disebutkan bahwa berdasarkan cerita tutur masyarakat Abung saat itu, Datu Dipuccak (salah seorang leluhur Abung Siwo Megou) berasal dari sebuah dusun bernama Sekalobiyah (bukan kerajaan), yang bermigrasi ke daerah Canguk Gaccak. Tetapi berdasarkan temuan Arkeologi yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Bandung di Situs Canguk Gaccak menemukan bahwa pemukiman itu telah ditempati oleh masyarakat pendukung tradisi Megalitikum sejak ribuan tahun silam. Hal itu mengindikasi kembali bahwa jauh sebelum kedatangan Datu Dipuccak beserta pengikutnya pada akhir abad ke 15, di wilayah Situs Canguk Gaccak telah berdiri suatu peradaban Kuna yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dari adanya temuan berupa Dolmen, Menhir, Fitur Benteng Purba, serta Fragmen Keramik China Kuna dari Masa Dinasti Sung (abad 10 - 13 M) dan Yuan (abad 14 - 15 M). Temuan keramik asing ini menandakan masa dimulai perdagangan antara masyarakat Canguk Gaccak dengan Bangsa China Kuna.

Dolmen dari Situs Canguk Gaccak
dalam keadaan rusak
(Narasumber : Nanang Saptono)
Kedatangan Datu Dipuccak bersama pengikutnya di Canguk Gaccak bukan sebagai pendiri peradaban baru, melainkan mereka bermigrasi ke wilayah yang memiliki peradaban yang jauh lebih baik dan ramai. Dan peradaban kuno tersebut telah berlangsung sejak ribuan tahun sebelum masehi, jauh sebelum kedatangan Datu Dipuccak beserta rombongannya. Selain Canguk Gaccak masih terdapat beberapa situs pemukiman kuna di wilayah yang agak jauh dari lokasi tersebut seperti Benteng Majapahit dan Tangkit Sesudu yang dikeduanya ditemukan tinggalan-tinggalan purbakala dari masa Pra-Kelasik (sebelum hindu/Budha)

Mengingat cerita dari Skala Begrak dituturkan secara lisan turun temurun sedangkan perkembangan jaman membuat adanya pergeseran ataupun perubahan-perubahan, serta adanya migrasi dari beberapa klan ke daerah yang ternyata sudah berperadaban, tentu cerita tersebut tidak bisa dipertahankan keotentikannya.
Bagaimana dengan Pepadun yang dinyatakan berasal dari Pohon Melasa Kepampang yang merupakan sesembahan Suku Tumi yang ditebang sejalan dengan ekspansi 4 (empat) bersaudara dari Pagaruyung dalam rangka Islamisasi (versi lain).
Arca Pendharmaan Raja Mataram Kuna (abad ke 9 M)
Salah satu pepadun tertua yang saat ini berada di Nation Gallery Australia berdasarkan uji karbon diketahui dari awal abad ke 15 (awal 1400an) dan itu berarti lebih tua dari peristiwa dalam versi kedatangan 4 (empat) umpu dari Pagaruyung.

Pepadun Kuna
Koleksi Nation Gallery Australia
Pepadun yang terdapat di Nation Gallery Australia memiliki motif berupa Makara, Naga dan makhluk lain yang merupakan bagian dari mitologi kelasik yang sudah barang tentu tidak ada kaitannya dengan ajaran islam. Jika penebangan pohon Melasa Kepampang dilakukan sebagai upaya penghapusan apa yang disebut dalam ajaran islam sebagai kemusyrikan, maka sudah barang tentu motif-motif yang menggambarkan wujud makhluk terlebih itu makhluk mitologi seperti makara yang merupakan makhluk imajinatif tidak akan dipertahankan oleh masyarakat pada masa tersebut . Selain itu catatan asing dari abad ke 19 telah menyebutkan bahwa tradisi budaya irawan/mengayau/berburu kepala orang, kadang dilakukan sebagai bagian dari ritual cakak pepadun (dalam Lampung Tumbai). Ini semua mengindikasi bahwa tradisi pepadun adalah budaya masyarakat Canguk Gaccak sejak
Pepadun Kuna milik Suttan Jimat
asal Tulang Bawang (abad ke 18 M)
sebelum kedatangan Datu Dipuccak bersama dengan para rombongannya. Beberapa arca pendharmaan Raja Mataram Kuna memperlihatkan wujud seorang Raja yang sedang duduk pada lapik yang memiliki sandaran menyerupai bentuk Pepadun dan Sesako (Sandaran Pepadun). Dan pepadun yang dikatakan berasal dari Melasa Kepampang bukanlah yang tertua, melainkan hanya salah satu pepadun yang dibuat untuk melanjutkan tradisi pepadun yang sudah ada, dan itu hanya dikenal dalam budaya masyarakat Lampung beradat pepadun.

KESIMPULAN :
Hampir semua tinggalan Arkeologi baik berupa situs maupun artefak yang tersebar di Seluruh Penjuru Lampung membuktikan dengan sangat kuat bahwa leluhur masyarakat Lampung adalah masyarakat / Bangsa Proto-Austronesia yang telah menetap dan menyebar keseluruh penjuru tanah Lampung setidaknya sejak 5000SM, sedangkan masyarakat yang berasal dari Ranau/Sekalobiyah hanya beberapa klan dan mereka tidak membangun peradaban baru melainkan bermigrasi ke wilayah yang sudah memiliki peradaban yang lebih maju atau ramai. Sedangkan kisah pepadun yang berasal dari Melasa Kepampang tidak lebih dari Mitos belaka, karena pepadun telah ada sejak zaman kelasik (Hindu/Budha) dimana pepadun merupakan pengembangan dari dolmen dan menhir dalam tradisi "Megalitikum".
Pepadun Kuna asal Negara Batin
Kabupaten Way Kanan
(Koleksi Dido Zulkarnaein)


Acuan :
Sumber : Puslit Arkenas, Balai Arkeologi Bandung, Lampung Tumbai (Frieda Amran), Nation Gallery Australia, Museum Negeri Provinsi Lampung "ruwa Jurai", Taman Purbakala Pugung Raharjo Kab. Lampung Timur, E.EdwTds McKinnon, 1993, James T. Collins, 2005, William Marsden, 2008, Van der Hoop, 1949

Minak Dido Zulkarnaein
Penasehat Gamolan Institute




Tidak ada komentar:

Posting Komentar