Kamis, 14 Mei 2015

Penguatan Masyarakat Adat Marga-Marga di Lampung

Tabik Pun ....

Awal terbentuknya Gamolan Institute Lampung
Berangkat dari keperdulian terhadap kebudayaan, para pemuda  "Gabungan Masyarakat Lampung" di singkat “Gamolan” yang setelah beberapa kali pertemuan memutuskan dan menyepakati membentuk suatu wadah yang bernama “Gamolan Institute” dan saat ini keberadaannya di Provinsi Lampung. Gamolan Institute mempunyai visi “pelestarian, perlindungan dan pengembangan kebudayaan Lampung” dan misinya adalah penguatan masyarakat adat, penelitian dan inovasi kebudayaan Lampung serta informasi dan edukasi seni, bahasa dan cagar budaya Lampung dalam segala bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat, guna menunjang kegiatan kemasyarakatan, pemerintahan dan pembangunan. 

Kesadaran akan keterbatasan kemampuan, ilmu pengetahuan dan lainnya, namun berkeinginan berbuat sesuatu  bak pepatah “mak tanow kapan lagi, mak gham sapo lagi”Keinginan dalam bentuk penguatan marga ini bukan untuk mengekslusifkan kedinastian masa lalu, tetapi sebagai bentuk upaya untuk menumbuhkan rasa kecintaan, rasa memiliki, rasa keperdulian kita sebagai masyarakat Lampung khususnya kebudayaan Lampung itu sendiri.

Banyak contoh kehidupan kita sebagai Ulun/Jelma Lampung yang telah bergeser dari nilai-nilai dan norma-norma kehidupan Hukum Adat Lampung. Generasi Lampung banyak yang sudah melupakan bahasanya sendiri, tata titi budayanya sendiri, malu akan logatnya sendiri apalagi kecintaan dan keperduliannya terhadap kekayaan masyarakat adat Lampung. Jika kecintaan dan keperdulian generasi Lampung sudah pudar lalu bagaimana akan menjaga adat budayanya. Bisa kita bayangkan 20-50 tahun kedepan Kebudayaan Lampung terkikis zaman dan akhirnya kearifan lokal punah oleh perkembangan teknologi yang serba cepat dan modern, perkembangan informatika yang semakin canggih. 

Tahapan-tahapan diskusi
Lampung Memiliki tatanan kepribadian, dan tatanan tersebut harus hidup menyesuaikan ditengah-tengah globalisasi. Intelektualitas boleh kita dapatkan dari manapun, tetapi tatanan kepribadian tidak menjadi kerdil, tidak boleh menjadi bonsai yang indah namun tidak pernah berbuah. Dalam situasi ini masyarakat perlu mengikuti perkembangan untuk berperan serta sebagai mitra kerja pemerintah secara proporsional dan professional. Itupun belum cukup tanpa bantuan dari semua pihak, tanpa keinginan dari hati nurani yang kuat, karena tanpa itu persatuan masyarakat adat/ lembaga masyarakat adat/ persekutuan masyarakat adat hanyalah sebuah menara gading yang hanya bersimpuh dengan segala kebesaran semu dan pujian serimonial belaka, sehingga kita jelma Lampung termasuk dalam pepatah “Menanam kelapa bungkuk diperbatasan, orang Lampung punya batangnya, orang lain punya buahnya”

Mengenai peranan masyarakat adat melalui pendapat Prof Hazairin dalam buku Demokrasi Pancasila tahun 1970 hal. 45 bahwa :

“Masyarakat hukum adat adalah sebagai landasan munculnya kerajan-kerajaan dahulu, sebagai landasan kekuasaan kolonial sebagai, landasan berdirinya NKRI. Kerajaan-kerajaan boleh lenyap, kolonial boleh tumbang, NKRI bisa saja terhapus, tapi masyarakat hukum adat akan tetap melanjutkan hidupnya, karena masyarakat hukum adat lebih berurat dan berakar diatas bumi pertiwi”

Dengan demikian nyata bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki identitas dan karakteristik sendiri yang membedakan bangsa-bangsa didunia ini. Bangsa yang memiliki wilayah, adat istiadat yang berbeda-beda. Dan ke Bhinekaan tidak menghalangi untuk bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebhinekaan inilah jati diri bangsa.

Kesampingkan dulu perbedaan-perbedaan presepsi, hilangkan pikiran-pikiran negative antara kita. Ketika generasi kita mulai apatis terhadap budaya, tulisan aksara mulai dilupakan, bahasa mulai ditinggalkan, adat budaya mulai dipinggirkan, cagar budaya tak diperdulikan, kebudayaan Lampung mulai tak dicintai maka tugas dan kewajiban masyarakat adat Lampung menjaga jangan sampai musnah tergerus zaman.

Sejarah Singkat Lampung
Berbagai pandangan, pendapat dan berbagai multi tafsir tentang sejarah Lampung. Maka Gamolan Institute merasa tidak terlalu mengupas asal-usul dan sejarah Lampung dari awal, karena penguatan masyarakat adat marga-marga ini adalah upaya penyatuan masyarakat adat terlebih dahulu, menggali dan pelestarian akan kita bedah diruang yang berbeda. Karena hanya akan menjadi perdebatan yang panjang, bahkan yang lebih miris adalah perpecahan yag justru merugikan masyarakat Lampung sendiri.

Perbedaan adalah keberagaman untuk mempersatukan.

Secara umum Lampung mempunyai perjalanan yang panjang. Etnis Lampung berasal dari komunitas yang sama tetapi belum tentu berasal dari keturunan yang sama. Akulturasi, adaptasi dan pengakuan diri dari komunitas lain untuk menyatakan dirinya melalui hukum adat sebagai orang Lampung, baik dari Banten (Serang) Cerebon, Bugis, Palembang, Batak dan lain-lain sebagai fenomena yang tak terelakkan sampai sekarang. Perjalanan sejarah inilah yang membentuk jati diri orang Lampung yang perlu dipertahankan dan dilestarikan sebagai kekakayaan budaya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat Lampung adalah SATU yaitu masyarakat Lampung atau disebut Ulun/Jelma Lampung, yang mempunyai 2 (dua) system keadatan, yaitu secara genologis yang cenderung monarki (secara garis keturunan/asal) di masyarakat adat saibatin dan pepadun, namun masyarakat pepadun cenderung demokratis dalam pengambilan keputusan-keputusan melalui pepung atau musyawarah adat. Sistem budaya masyarakat hukum adat Lampung yang dianut dalam wilayah hukum adat masing-masing, memiliki titi gemeti untuk saling hormat-menghormati dan tidak mencampuri urusan adat masing-masing.

Berdasarkan Sejarah, diperkirakan Provinsi Lampung telah didiami sekitar ribuan tahun yang lalu, antara lain :

  • Pase Pra-sejarah sekitar tahun 2500 SM (Proto Malay) penduduk nusantara kiranya terjadi suatu perpindahan bangsa-bangsa dari Asia Tengah ke Asia Tenggara termasuk Lampung. Mereka kemudian menyebar keberbagai daerah baik di bagian Utara, Selatan, Timur dan Barat Provinsi Lampung. Salah satu contoh sisa peradaban zaman pra-sejarah tersebut seperti Situs Batu Brak di Sumber Jaya Lampung Barat, Situs Pugung Raharjo di Lampung Timur dan lain-lain.
  • Pase Klasik sekitar abad 13 Masehi, pase klasik disebut juga zaman pase Hindu-Budha, dimana penduduk Lampung banyak dipengaruhi oleh kebudayaan tersebut.
  • Pase Islam sekitar abad 14 Masehi yaitu ditandai dengan runtuhnya kejayaan Hindu-Budha di Indonesia, dimana penduduk Lampung kemudian hingga saat ini umumnya memeluk agama Islam sebagai pedoman.


Kemargaan di Lampung
Marga Indeeling
Residentle Lampoeng, 1930
62 Marga
Marga adalah wilayah persekutuan hukum sekelompok orang-orang yang terikat sebagai satu kesatuan dalam suatu susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki pimpinan serta kekayaan baik berwujud ataupun tidak berwujud dan mendiami atau hidup diatas suatu wilayah yang terdiri dari kampung/tiyuh/anek/pekon, umbul dan huma/bawang.

Marga dikepalai oleh Kepala Marga atau Pesirah
Kampung/tiyuh/anek/pekon dikepalai oleh Kepala Tiyuh atau Pangan Tohou
Suku dikepalai oleh suku atau cakki

Kesatuan masyarakat adat diatas terdiri dari beberapa Marga yang berawal 62 Marga lalu berjumlah ± 84 marga (1996) dan sekarang tercatat lebih dari 100an marga. Kesatuan masyarakat ini dilanjutkan menjadi sistem kepemerintahan Adat dari Tahun 1864-1952.

SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung
Bpk Poedjono Pranyoto
No : G/362/B.11/HK/1996
Sejak kemerdekaan Republik Indonesia yang merupakan Negara Kesatuan yaitu kesatuan pulau-pulau, kesatuan adat istiadat dan agama, kesatuan bahasa sebagai yang disepakati oleh para pendiri bangsa. Maka pada tahun 1952 dengan Besluit Residen Lampung No. 153/D/152 kepemerintahan adat dan dewan Marga dihapus dan dibentuk/diganti dengan kenegerian.

Berdasarkan besluit tersebut otonomi marga beralih kepada negeri, demikian pula kekayaan dan milik serta hutang piutang marga beralih kepada negeri. Kemudian negeri dihapus, semua kekayaan dan milik negeri diserahkan kepada Daerah Tingkat II (Kabupaten / Kotamadya). Hal inilah yang menyebabkan marga lumpuh karena pemerintah marga tidak jelas, harta kekayaan marga lenyap.
Secara de jure marga terhapus, tetapi de facto marga tetap ada dan eksis. Dalam keadaan demikian dalam kemargaan saat ini dapat dikatakan “goh kinantan lom kurungan atau wat haga mak kejiwa”.

Namun demikian, penghapusan kepemerintahan adat tersebut tidaklah serta merta menghapuskan sistem budaya yang ada karena kesatuan mayarakat adat masih ada dan diakui keberadaanya. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 hurup B ayat 2 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”

Demikian pula SKEP Gubernur Lampung No. G/362/B.II/HK/1996 Tentang Pengukuhan Lembaga – Lembaga Adat Marga Sebagai Kesatauan Masyarakat Hukum Adat Dari Masing–Masing Wilayah Adat di Daerah Provinsi Tingkat II Daerah Dalam Propinsi Daerah Tingkat II Lampung.

Apabila kita semua sepakat bahwa masyarakat adat Ulun/Jelma Lampung memiliki apa yang namanya Piil Pesenggiri yang telah diperas menjadi 5 falsafah sebagai kearifan lokal, untuk mengangkat harkat, martabat dan jati diri masyarakat adat Ulun/Jelma Lampung, sudah seharusnya dimulai para penyimbang dan tokoh-tokoh adat untuk peka terhadap kondisi sosial dalam pembangunan ini, sandangan negative dibeberapa wilayah yang terisolir, kampung/tiyuh/anek/pekon tua yang terpencil dan tidak terjangkau oleh pembangunan. Hak-hak masyarakat adat yang terabaikan, dominasi kepentingan ekonomi dan politik yang mengatas namakan adat, penyalahgunaan system adat untuk kepentingan tertentu, bahkan saling berlomba untuk menjadi yang pantas dan benar, justru hal tersebut merugikan masyarakat adat Ulun/Jelma Lampung itu sendiri.

Maka sudah saatnya bersatu untuk mengangkat harkat dan martabat ulun Lampung dalam heteroginitas budaya Lampung. Leluhur kita telah menempa kita dalam perjalanan panjang dengan keteraturan dan kebersamaan  yang harmonis ditengah-tengah perbedaan bahasa dan tatanan budaya, tetapi kita tetap satu adalah ULUN/JELMA LAMPUNG.

Tahapan diskusi perencanaan
pilot projek penguatan masyarakat adat Marga
di Marga Balau Bandar Lampung
Oleh karena itu Gamolan Institute Lampung mempunyai salah satu program untuk menguatkan kembali masyarakat adat dalam kegiatan Penguatan Masyarakat Adat Marga-Marga di Lampung dengan cara melembagakan atau mengorganisasikan marga-marga agar mempunyai peranan berbangsa dan bernegara dalam menjaga dan memelihara hak dan kewajiban masyarakat adat Lampung.

Maksud
Dengan semakin pesatnya pembangunan dan semakin majunya teknologi informatika, alkulturisasi yang tak terelakkan maka akan semakin tergerusnya nilai–nilai budaya lokal maka dipandang perlu menyatukan kembali masyarakat Lampung dalam kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat dengan program “Penguatan Masyarakat Adat” dalam bentuk Kelembagaan Adat sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2007 tentang Pedoman Fasilitasi Organisasi Kemasyarakatan Bidang Kebudayaan, Keraton, dan Lembaga Adat dalam Pelesatarian dan Pengembangan Budaya Daerah.

Dengan dibentuknya lembaga-lembaga adat di Lampung melalui Marga-marga tersebut menjadikan masyarakat Lampung mengingat Kesejarahan atau asal-usulnya memuliakan hukum adat dan mendorong anggota-anggotanya untuk melakukan kegiatan perlindungan, pelestarian dan pengembangan adat budaya di Lampung, sebagai mediator, fasilitator dan komunikator antara masyarakat adat dan pihak-pihak lain, serta yang paling penting adalah menggalang persatuan dan kesatuan masyarakat hukum adat di Lampung. Dengan harapan wadah menjadi kuat yang berperan aktif menjadi mitra pemerintah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan
Adapun Tujuan dari penguatan masyarakat adat  marga-marga ini adalah : 
  1. Memposisikan otonomi marga sesuai dengan situasi dan kondisi atau sesuai dengan perkembangan zaman.
  2. Menjadikan nilai-nilai dan norma-norma adat sebagai pedoman dalam kehidupan kemasyarakatan adat Lampung.
  3. Mengembangkan dan menggali  nilai-nilai dan norma-norma adat yang relevan dengan kemajuan zaman.
  4. Menggali, melestraikan, melindungi dan memelihara hak-hak kekayaan masyarakat adat Lampung yang telah diwariskan secara turun temurun
  5. Sebagai penangkal dan filterisasi pengaruh-pengaruh negative yang dapat mengganggu stabilitas dan keutuhan NKRI.

Penstrukturan Marga
Penguatan Masyarakat Adat Marga oleh Gamolan Institute Lampung hanya sebatas mendorong masyarakat adat untuk mengorganisasikan atau melembagakan atau melegalkan kemargaan secara administasi kepemerintahan. sedangkan nama disesuaikan dengan marga masing-masing dan bentuk kepengurusan diserahkan kepada masing-masing marga sesuai dengan keputusan musyawarah masyarakat adat marga tersebut.
Rencana penguatan masyarakat adat marga di Lampung ini akan dilakukan secara estafet dimulai dari 2015 -  2017 atau seterusnya., sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan.

Rencana kegiatan pertama akan di lakukan di Marga Balau pada :
Hari/Tanggal   : Minggu, 17 Mei 2015
Pukul               : 09.00 Wib s/d selesai
Tempat            : Rumah Adat Jajar Intan Marga Balau Kedamaian Bandar Lampung

Tak ada guna dan terealisasinya keinginan dan harapan kami para pemuda di Lampung, tanpa peran aktif dan gayung bersambut para tokoh-tokoh adat, penyimbang-penyimbang adat, masyarakat adat dan semua pihak. Semoga apa yang diharapkan dalam Penguatan Masyarakat Adat Marga ini mampu menjadi presentatif dari keinginan-keinginan kita sebagai orang Lampung untuk menjalin persatuan dan kesatuan yang berkepribadian dalam berkebudayaan.

Novellia Yulistin Sanggem S.Kom
Glr. Pn. Mustika
Ketua Gamolan Institute Lampung



Tidak ada komentar:

Posting Komentar